Nafashadhramaut.id | 'Alawiyah' merupakan nama marga yang pastinya tak asing
dalam benak seseorang. Keautentikan
garis keturunan yang tersambung hingga Rasulullah saw. menjadikan metode
(manhaj), serta tuntunan mereka masih menjadi panutan bagi seseorang yang haus
akan kemurnian dari amalan para leluhur (salafussolih).
'Alawiyah' sendiri adalah sebuah istilah dari
anak-turun al-Habib 'Alwi bin
'Ubaidillah bin Ahmad bin 'Isa al-Muhajir. Sebuah marga yang mendedikasikan
umur, tenaga, harta, serta ilmu mereka demi perkembangan dakwah Islam ke
seantero jagat. Peran dan pengaruh dari
mereka pun menghiasi segala sektor dakwah, baik berupa; Keilmuan, budaya, dan
lain sebagainya.
Namun, jika kita telisik lebih dalam lagi sektor
keilmuan, jarang kita temui pendapat atau argumen mereka yang terabadikan dalam
kitab dan literatur keislaman, baik dalam bidang; ilmu Aqidah, Fiqh, Gramatika
Arab, atau konsentrasi ilmu lain.
Contohnya dalam bidang ilmu Logika dan Teologi, pastinya
pendapat atau teori dari; al-Imam Fakhr ad-Diin Muhammad bin 'Umar ar-Razi (543-606 H) terabadikan dalam
literatur keislaman khususnya dalam ilmu Teologi (Akidah), dibanding pendapat
dari al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin 'Ali Ba'alawy (574-653 H). Padahal
mereka berdua sama-sama hidup se-zaman dan telah mencapai derajat keilmuan yang
tinggi.
Beralih ke bidang ilmu fiqh, seperti nama; al-Imam Ahmad
bin Muhammad bin Hajar al-Haitami (909-973 H), al-Imam Syams ad-Diin ar-Ramly
(919-1004 H), al-Imam Muhammad bin Ahmad al-Khotib asy-Syirbiniy (w: 977 H) dan
ulama-ulama lain yang notabenenya merupakan jebolan Univ. al-Azhar-Mesir
-pendapat mereka pun mendominasi literatur kitab-kitab Fiqh.
Lantas, di manakah pendapat para cendekiawan fiqh dari
kalangan 'Alawiyin' di dalam literatur ilmu fiqh? Faktor apa yang membuat
pendapat 'Alawiyin atau karangan mereka minim dijumpai di pasaran, layaknya
kitab; Minhaj ath-Thalibin, Mughni al-Muhtaj, Tuhfat al-Muhtaj, dan lain-lain.
Faktor yang disinyalir menjadi penyebab minimnya hal
tersebut adalah;
1. Tarbiyat ar-Rijal (Mencetak Kader Dai dan Ulama
Islam).
Yah, Kesibukan mereka memakmurkan dakwah Islam dalam
sektor 'Tarbiyah ar-Rijal (mencetak kader ulama) -yang menuntut mereka tidak
menyelam dalam kubangan 'ghowamid al-masail (teori rumit), baik dalam studi
ilmu Fiqh, Teologi, maupun lainnya -seperti halnya yang di lakukan para
cendekiawan pada umumnya.
al-Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi (w: 1144 H) salah satu
cendekiawan fiqh dari kalangan 'Alawiyin' menyatakan ; "Adapun alasan minimnya karangan
kitab-kitab dari 'Alawiyin' khususnya bidang Fiqh, dikarenakan lazimnya fuqaha
mendatangkan dalam kitabnya permasalahan rumit dan bercabang, sedang hukum dari
permasalahan tersebut umumnya berupa buah pikiran dari mereka, bahkan sebagian
darinya merupakan argumen yang tak berdasar. Faktor inilah yang menyebabkan
minimnya karangan kitab-kitab Fiqh dari
kalangan 'Alawiyin'. Dikarenakan Mereka lebih memilih tindakan preventif agar
tidak terjebak dalam membahas permasalahan yang tak berdasar, serta memilih tuk
beramal dengan hal yang bersifat fundamental."
Kemudian, beliau pun meneruskan,
وأنهم اهتموا بتخريج الرجال بدل الكتب التي أكثر تأثيرا من
الكتب التي يحتملها السهو، والسقط، ورداءة الخط.
"Juga para 'Alawiyin' lebih mementingkan urusan
mencetak kader ulama Islam yang berpengaruh
besar dibandingkan mengarang kitab. Sebab karangan kitab dimungkinkan
terjadi; Ralat, lenyap, rusak, dan tulisan yang buruk (hingga tak mampu
disalin)."
2. al-Iktifa bil-Ahamm wa Tazkiyat an-Nafs (Merasa
cukup dengan hal yang esensial, dan sibuk membenahi jiwa).
Dari poin ini, bisa diketahui berapa banyak pakar, dan
cendekiawan dari kalangan 'Alawiyin' lebih memilih jalur membaktikan diri
kepada Allah dengan memperbanyak amal ibadah. Serta tidak menyibukkan diri
dengan diskusi dalam cabang-cabang ilmu yang rumit.
Dikisahkan bahwa; ketika al-faqih al-muqaddam
as-sayyid Muhammad bin 'Ali Ba'alawi (muara para leluhur 'Alawiyin di seluruh
dunia) telah mencapai tingkatan yang tertinggi dalam ilmu Logika dan Teologi,
ia memilih untuk tidak menyelam lebih dalam lagi, serta malah banting setir ke
ranah Tasawuf (penyucian batin). Sebagian pembimbing dan guru-guru nya pun
menyayangkan keputusannya tersebut, dalam ungkap mereka,
(رجوناك ان تكون كابن فورك فأخذت طريق التصوف والفقر)
"Aku berharap kau (wahai Muhammad bin 'Ali) bisa
menjadi layaknya 'Ibn Fawrak', namun kau lebih memilih jalur Tasawuf dan
kesederhanaan."
*Kala itu 'Ibn Fawrak' merupakan pakar ilmu Logika dan
Teologi ulung, hingga al-Imam fakhr ad-Diin ar-Razy kagum kepadanya, seraya
memuat argumen-argumen darinya dalam
kitabnya; 'Asas at-Taqdis'.
Juga diriwayatkan bahwa al-Habib 'Abdullah bin 'Alawy
al-Haddad (1044-1132 H) telah mencapai tingkatan tertinggi dalam ranah ilmu
Fiqh (al-Mujtahid al-Mutlaq), namun ia tinggalkan hal tersebut guna menjaga
adab terhadap al-Imam Asy-Syafi'i. Serta memilih fokus untuk mengembangkan ranah ilmu Suluk
(tata-krama), Tasawuf, serta dakwah.
3. Maqam al-Khumul (Menjauhkan diri dari ketenaran dan
kemasyhuran).
Beberapa tokoh dari kalangan 'Alawiyin' lebih memilih
untuk menutup diri dari lika-liku kehidupan dunia, baik dari; segi keilmuan,
budaya dan lain sebagainya -serta memilih tuk menepi dan memantas diri dalam
bermunajat kepada Allah ta'ala. Oleh sebab itu, jarang dari mereka sibuk dalam
berdiskusi ihwal cabang ilmu fiqh yang rumit, ataupun perdebatan dalam ranah
ilmu Logika.
Al-Habib Abdullah bin 'Alawy al-Haddad berpesan kepada
murid-muridnya,
مقام سادتنا آل أبي علوي الضعف والمسكنة والخمول، غير ما
هو لغيرهم من الأولياء من ضد هذه الصفات.
"Kalangan 'Alawiyin' lebih memilih ranah
kesahajaan, sederhana, dan menutup diri. Adapun ranah-ranah yang lain merupakan
bagian para pakar dan cendekiawan dari kalangan selain 'Alawiyin."
Meskipun peran, serta sumbangsih cendekiawan dari
kalangan 'Alawiyin' tidak tersurat dalam literatur keislaman, namun cahaya
keikhlasan dan kesungguhan dari mereka sungguhlah tersirat dalam setiap hati murid-muridnya
yang akan menjadi pelita perubahan bagi dakwah Islam hingga akhir zaman nanti.
Wallahu 'A'lam bis-Showab.
Referensi;
1. Tastbit al-Fuad bi dzikri Majalis al-Haddad, karya;
Syekh. Ahmad bin Abdul karim al-Hasyawi.
2. al-Ara al-Fiqhiyyah lil Imam- Ahmad bin Zain
al-Habsyi, karya; Abdurrahman bin Toha al-Habsyi.
3. al-Qirtas fi Manaqib al-Attas, karya; al-Habib Ali
bin Hasan al-Attas.
Posting Komentar