![]() |
Julaibib ra, Sahabat Yang Dicarikan Istri Oleh Nabi saw |
Nafashadhramaut.id | Saat Rasulullah s.a.w. hijrah ke Madinah, Julaibib adalah anak kecil yang baru melewati usia 10 tahun. Tidaklah ia memenuhi kedua matanya dengan pandangan pada Rasulullah s.a.w. melainkan rasa cinta telah memenuhi segenap relung di hatinya. Hanya saja kala itu Julaibib lebih sibuk bermain dengan teman sebayanya. Yaitu teman-teman yang selalu membuatnya tentram dan merasa nyaman.
Julaibib
tak memiliki keluarga tak pula harta benda. Dia menjadikan Masjid Nabawi
sebagai rumahnya. Sedangkan Ahli Shuffah ia jadikan sebagai keluarga dan
sahabatnya.Bersama Ahli Shuffah-lah Julaibib mendapatkan pasokan pangan dari
Rasulullah s.a.w. dan dari orang-orang yang dermawan.
Julaibib adalah anak yang ringan pembawaannya dan senang bersenda-gurau, cepat bergaul dan mudah akrab. Ia senantiasa bermain di rumah Anshor di Yatsrib (Madinah). Ia suka menyebarkan kebahagiaan di tengah-tengah mereka. Ia senantiasa memgharumkan udara Madinah dengan apa yang ia kisahkan pada mereka dari cerita yang jenaka. Mereka pun tak pernah menutup pintu rumah dari Julaibib. Begitu halnya para wanita Anshor tak merasa risih padanya, sebab ia masih anak-anak yang belum dewasa.
***
Kini
Julaibib mulai beranjak dewasa. Para suami-suami di Madinah memperingatkan
istri dan anak gadisnya agar tak lagi bermain dengan Julaibib. Sebab ia sudah
bukan anak kecil lagi sebagaimana kita ketahui sebelumnya. Maka dari itu wajib
bagi para wanita menutup diri darinya. Tak pula memperkenankannya masuk ke
rumah-rumah mereka sebagaimana sebelumnya.
Suatu
ketika Rasulullah s.a.w. berkata pada Julaibib : “Tidakkah engkau menikah saja,
hai Julaibib?”.
Dia
menjawab : “Siapa yang akan menikahkanku wahai Rasulullah?, aku hanyalah pemuda
miskin yang tak punya nafkah tak pula mas kawin”.
Nabi
s.a.w. bersabda : “Aku yang akan mencarikanmu istri yang sholehah dan Allah-lah
yang akan membuat kalian berdua kaya dengan agunerah-Nya”.
***
Di
antara kebiasaan para Sahabat Nabi s.a.w. adalah ketika mereka ingin menikahkan
anak gadis atau janda yang ditinggal wafat suaminya, maka mereka akan
menawarkannya terlebih dahulu kepada Rasulullah s.a.w. sebelum ada yang
melamarnya, agar mereka tahu apakah Rasulullah s.a.w., tertarik atau tidak pada
putrinya tersebut.
***
Masa
telah berlalu, dan tak ada satupun wanita yang telah disodorkan kepada
Rasulullah s.a.w. yang cocok untuk Julaibib. Karena terlalu lama menunggu hal
itu, akhirnya Rasulullah s.a.w. membuka perbincangan dengan salah seorang bapak-bapak
dari kalangan Anshor : “Wahai Fulan, nikahkanlah Aku dengan anakmu, si
Fulanah”.
Lelaki
itu berbunga-bunga mendengar pinangan Rasulullah s.a.w. seraya menjawab : “Siap
saya laksanankan Ya Rasulallah, sungguh ini adalah nikmat yang begitu besar aku
bisa menjadi mertuamu”.
Lantas
Rasulullah s.a.w. bersabda : “Bukan aku yang hendak menikahinya”.
Lelaki
teresebut diam sesaat dan berkata : “Lantas, Engkau menginginkannya untuk siapa
duhai Rasul?”
Rasulullah
s.a.w. pun bersabda : “Untuk Julaibib”.
Seketika
itu kebahagian yang memenuhi wajah lelaki tersebut menghilang, kemudian memberi
tanggapan : “Beri aku waktu hai Rasulullah, hingga aku bisa bermusyawarah
dengan ibunya. Sebab aku tidak ingin mengambil sebuah keputusan macam ini tanpa
persetujuannya.
***
Lelaki
itu kembali ke rumahnya dengan berat hati dan jiwa yanh letih. Dia sangat yakin
bahwa istrinya tak kan pernah rela menjadikan Julaibib sebagai suami bagi
putrinya. Sedangkan pada waktu yang sama, Sang Lelaki merasa tak enak jika
harus menolak permintaan Rasulullah s.a.w. dan membuatnya kecewa, meskipun
permintaan tersebut agak susah diwujudkan.
Saat
ia tiba di rumah, ia memanggil istrinya : “Duhai istriku, kesinilah”. Sang
Istri menjawab : “Ku penuhi panggilanmu”.
Suami
: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah meminang putrimu”.
Istri
: “Putriku…., Rasulullah s.a.w.
meminang putriku, oh alangkah bahagianya ia. Selamat datang hai Rasulullah
s.a.w., tentu kami akan menikahkan putri kami dengan Rasulullah s.a.w.. Oh,
adakah kemuliaan melebihi ini semua?
Lantas
suaminya memotong perkataannya :
“Tapi, sayangnya Rasulullah tidak ingin
menikahinya untuk dirinya”.
Sang
istri tercenung sesaat seraya berkata :
“Lantas,
dengan siapa beliau akan menikahkannya?”
Suami
: “Dengan Julaibib”.
Istri
: “Julaibib? Mustahil, demi Allah aku
tak kan menikahkannya dengan Julaibib”.
Suami
: “Lantas apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah s.a.w.?”.
Istri : “Terserah katakan apa saja pada beliau. Sampaikanlah pada beliau permintaan maaf yang sebesar-besarnya dengan berbagai alasan. Aku tak kan pernah rela menjadikan Julaibib sebagai suami bagi putriku dan aku tak kan pernah rela ia menjadi menantuku”.
Perbincangan
antar keduanya kian memanas. Suara mereka kian meninggi. Sang suami meminta
kerelaan sang istri dan meminta belaskasihannya. Namun sang istri enggan
memenuhi permintaan suaminya seraya membentaknya.
Tatkala
sang suami telah putus asa untuk membujuk istrinya dan hendak pergi menemui
Rasulullah s.a.w. untuk menyampaikan keputusan akhir dari istrinya, sang putri
tiba-tiba hadir di tengah-tengah mereka berdua. Dia telah mendengar sedikit
ujung perbincangan yang terjadi antar keduanya, lantas ia berkata : “Siapa yang
telah meminangku pada kalian?”.
Sang
ibu menjawab : “Rasulullah s.a.w. yang telah meminangmu untuk Julaibib. Namun
aku enggan untuk menikahkanmu dengannya. Gadis muda yang cantik dan terpandang
sepertimu harusnya mendapatkan suami yang mulia pula”.
Sang
putri berkata : “Celaka kalian! Apakah kalian hendak menolak perintah
Rasulullah s.a.w.?” Demi Allah, sedikitpun aku tak kan pernah menolak
permintaan Rasulullah s.a.w.. Penuhilah permintaan Rasulullah s.a.w.. Sebab
Nabi Muhammad s.a.w. itu lebih diutamakan dari pada kaum Mukminin. Berikanlah
aku pada Julaibib, dan percayalah Allah sekali-kali tak kan menyia-nyiakanku”.
Sang
ibu terdiam dan menahan kepahitan semua ini.
Sang
ayah akhirnya pergi menemui Rasulullah s.a.w. seraya berkata : “Terserah apa
yang Engkau kehendaki wahai Rasulullah. Nikahkanlah putri kami dengan
Julaibib”.
Legalah
hati Rasulullah s.a.w. dan mendo’akan untuk putri tersebut :
اَللَّهُمَّ صُبَّ عَلَيْهَا
الْخَيْرَ صَبّاً وَلَا تَجْعَلْ عَيْشَهَا كَدّاً
“Ya
Allah, curahkanlah segala kebaikan kepadanya dan jangan Engkau jadikan
kehidupannya dalam keletihan dan kesusahan”.
Lantas,
Rasululllah menikahkannya dengan Julaibib.
***
Belum
lama kebahagiaan Julaibib atas pernikahan itu terbentang dalam hitungan hari
hingga Rasulullah s.a.w. menyerukan Jihad kepada kaum Muslimin bersamanya di
Jalan Allah.
Julaibib
bersegera memenuhi panggilan Jihad yang dikumandangkan oleh Nabi s.a.w.. Ia
menyiapkan dirinya dan mengucapkan salam perpisahan kepada istrinya seraya
pergi menemani Rasulullah s.a.w. berjihad di jalan-Nya.
***
Perang
yang dikomandoi oleh Nabi s.a.w. telah usai, Allah pun menganugerahi kemenangan
bagi kaum Muslimin. Rasulullah s.a.w. bersabda kepada para sahabatnya : “Adakah
di antara kalian yang kehilangan (gugur)?”. Mereka menjawab : “Tidak, Ya
Rasulullah”. Rasulullah s.a.w. bersbada : “Namun, aku kehilangan Julaibib, tolong
cari dia”.
Para
sahabat bergegas mencari keberadaan Julaibib di medan pertempuran. Ternyata dia
telah menumpas 7 orang musyrik dengan pedangnya, lantas ia juga terbunuh di
tengah-tengah mereka, karena terus maju tanpa pernah mundur. Para sahabat
akhirnya kembali dan berkata kepada Rasulullah s.a.w. : “Lihatlah itu Julaibib,
terbunuh di sekitar 7 orang musyrik yang ia bunuh”.
Rasulullah
s.a.w. beranjak dan berdiri di sampingnya seraya bersabda : “Dia telah membuh 7
orang lantas ia terbunuh. Dia dariku dan aku darinya. Dia dariku dan aku
darinya”.
Kemudian
Rasulullah s.a.w. memerintah mereka untuk menggali kuburan untuknya. Setelah
penggalian selesai, Rasulullah s.a.w. berdiri dan membawanya dengan kedua
lengan beliau. Meletakkannya dengan kedua tangan beliau di tempat
peristirahatan terakhirnya, lantas menutupnya dengan tanah.
***
Setelah
masa ‘Iddah istri Julaibib selesai. Banyak sekali lelaki yang datang
meminangnya. Sehingga tak ada seorangpun janda Anshor yang ditinggal mati
suaminya yang mendapatkan lamaran terbanyak melebihi dirinya. Hal itu tak lain
karena orang-orang sudah mengetahui bahwasannya Rasulullah s.a.w. telah
mendo’akannya agar Allah mencurahkan segala kebaikan untuknya dan agar hidupnya
tidak berada dalam keletihan dan kesusahan.[]
***
Ditulis di Mukalla
– Yaman, 30 Rabiul Awal 1438 H / 29 Desember 2016.
Sumber :
Kitab Shuwar Min
Hayat Al-Shahabah, jil. 2 hal 91, karya Dr. Abdurrahman Ra’fat Al-Basya.
Selengkapnya
tentang Sahabat Julaibib r.a. bisa dilihat di sumber-sumber berikut ini :
1.
Usud
Al-Ghobah, juz 1 hal. 348. Karya Imam Ibn Al-Atsir.
2.
Al-Ishobah,
juz 1 hal. 242. Karya Imam Ibn Hajar Al-‘Asqolani.
3.
Al-Isti’ab,
juz 1 hal. 256. Karya Imam Ibn Abdilbar.
4. Ibn Hibban, juz 9 hal. 342.
(*) Penulis adalah alumni Univ. Imam Syafi'i, dan saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Hadhramaut University.
Posting Komentar