Kesia-siaan Topeng Kehidupan
Oleh
: Imam Abdullah El-Rashied(*)
Nafashadhramaut.id | Hari ini, seperti jum'at-jum'at sebelumnya. Selepas melaksanakan Jama'ah Shalat Jum'at di Jami' Shafie, seperti biasanya Syeikh Salim memberi kajian dalam bidang Hadits, Tafsir, Fiqih & Tasawwuf. Yah, inilah Rouhah mingguan di hari libur kuliah di Imam Shafie College dengan menggunakan kitab-kitab sebagai berikut ; Sunan Abi Daud, Tafsir Al-Jalalain, Ghoyat Al-Muna dan Ihya' Ulumiddin.
Mendapat gelar doktor di bidang Tafsir dan sempat mengambil
Magister dalam 2 Fakultas berbeda membuat penyampaian beliau dalam sebuah
kajian kian sangat ilmiah, terlebih beliau seorang Khotib dan Qodhi (Hakim) di
Kota Mukalla. Setiap untaian hikmah yang beliau sampaikan sangat sarat akan
nasehat, dilengkapi ketajaman beliau memberikan dalil baik dari Al-Qur'an
maupun Hadits membuat setiap kajian yang beliau sampaikan selalu dinantikan.
Mengutip Ayat 13-16 dari Surat Hud, Syeikh menjelaskan
hal ihwalnya orang kafir Quraisy yang menentang kebenaran Al-Qur'an dari Allah.
Kemudian penjelasan mengapa orang-orang kafir selalu mendapatkan apa yang
mereka inginkan di dunia, membangun peradaban maju dan lain sebagainya yang
semata-mata lantaran kehidupan sejati mereka hanya di dunia, sedangkan di
akhirat hanyalah siksa semata. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
"الدنيا
سجن المؤمن وجنة الكافر." رواه أحمد ومسلم وغيرهما
"Dunia ini
adalah penjaranya orang beriman dan surganya orang kafir". [HR. Ahmad,
Muslim dll]
Maka dari itulah balasan kebaikan mereka hanya di dunia,
adapun di akhirat tak ada balasan kebaikan bagi mereka akan tetapi siksa.
Sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya:
{ مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ
وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ
مِن نَّصِيبٍ }
"Barang siapa yang mengharapkan ladang akhirat maka Kami akan
menambahkan ladangnya, dan barang siapa yang menginginkan ladang dunia maka
kami akan memberikannya, sedangkan dia tak kan dapat bagian di akhirat."
[QS. Asy-Syura : 20]
Inilah topeng pertama, "Topeng Kejayaan Dunia". Begitu banyak orang-orang kafir yang Allah mudahkan urusan dunia mereka, menguasai segala aspek kehidupan manusia dari perekonomian, politik, sains, teknologi dan peradaban yang sangat maju. Sayangnya itu hanya sekedar topeng mereka di dunia yang fana, sedangkan di akhirat, topeng itu tak lagi berlaku karena hanya nerakalah balasan mereka.
Selesai memberikan penjelasan akan hakikat yang
didapatkan orang kafir yang semata-mata hanya di dunia, Syeikh kini beralih pada
pembahasan seorang Mu'min. Pesan mendalam akan hakikat topeng dan baju yang
banyak digunakan banyak orang dalam banyak peran.
Beliau memberikan kami beberapa contoh dari kisah-kisah
zaman dahulu, di antaranya :
Seorang Murid berguru kepada seorang Syeikh yang sangat
zuhud dan sederhana. Kebutuhan harian beliau dipenuhi sendiri dengan menangkap
ikan di laut. Ikan yang selalu beliau tangkap hanya dua ekor saja, satu untuk
makan beliau dan satunya lagi untuk dijual kemudian disedekahkan kepada
fakir-miskin yang membutuhkan. Melihat kesederhanaan dan kezuduhan Sang Syeikh,
Sang Murid bertanya; "Wahai Syeikh, adakah orang lain yang kedudukannya
melebihi dirimu?". "Yah, ada. Coba Engkau pergi ke kota di sana,
silahkan temui Syeikh Fulan, dan sampaikan salamku padanya," Syeikh
menjawab.
Berangkatlah Murid tersebut keluar kota untuk menemui
seorang Syeikh yang melebihi gurunya. Tiap kali melintasi perkebunan besar ia
bertanya kepada orang yang dilaluinya : "Milik siapakah kebun
tersebut?", orang akan menjawab ; "Milik Syeikh Fulan". Tiap
kali melihat rumah besarpun bertanya dan mendapatkan jawaban yang sama.
Tibalah Murid tersebut di rumah Syeikh. Sebelum ia
mengutarakan isi hatinya, Syeikh langsung berkata : "Aku terima salam
gurumu dan Aku tahu maksud kedatanganmu ke sini serta mengapa Engkau
terkaget-kaget bagaimana Aku yang memiliki harta yang begitu banyak lebih zuhud
dibandingkan gurumu yang tak punya apa-apa," Syeikh menjelaskan. "Hal
ini tak lain karena Syeikhmu masih menyimpan ketergantungan dengan dunia sedangkan
diriku tidak. Harta yang Aku miliki tak pernah terpaut di hatiku, datang dan
pergi tanpa Aku pedulikan sama sekali." Syeikh memberi alasan.
"Sampaikan pada gurumu agar ia mengeluarkan dunia dari hatinya,"
Syeikh berpesan.
Pulanglah Sang Murid kepada Syeikh di kampungnya, lantas
menyampaikan apa yang ia dengar dari Syeikh Fulan tersebut. "Benar adanya
apa yang disampaikan Syeikh Fulan. Tiap hari hatiku masih saja memikirkan dan
tergantung pada 2 ekor ikan yang hendak Aku tangkap."
"Begitulah kehidupan, yang nampak di mata bukanlah
hakikat yang dinilai. Sebab sejatinya kezuhudan itu ada di hati, bukan ketika
ia memiliki harta apa tidak. Akan tetapi, masihkah hatinya terus terhubung dan
terpaut memikirkan harta atau tidak? Itulah pembeda sebuah kezuhudan,"
Syeikh Salim memberi komentar atas kisah yang beliau tuturkan. Sebab yang
nampak hanyalah topeng semata, sedangkan Allah menilai hati dan amal perbuatan
kita.
Ini adalah topeng kedua, "Topeng Kezuhudan Di Balik
Kemiskinan". Zuhud bukan berarti miskin, zuhud bukan berarti tak mempunyai
apa-apa, dan zuhud bukan berarti tak menyentuh harta. Hakikat zuhud bukanlah
pada apa yang dimiliki dan tidak dimiliki. Akan tetapi hakikat zuhud adalah
tentang keterikatan hati dengan apa yang dimiliki dan apa yang dicari, yaitu :
"Tak pedulinya hati tentang harta yang ia cari dan ia miliki. Bagi seorang
yang zuhud, datang dan perginya harta sama saja. Batu dan Emas tak ada bedanya.
Sebab hatinya sudah tak mengharapkan sedikitpun dari apa yang disebut dengan
dunia."
Satu lagi kisah yang beliau sampaikan, yaitu :
Ada seorang murid meminta kepada Syeikhnya : “Wahai
Syeikh berikanlah Aku Ismullah Al-A’dzom!”, namun Sang Syeikh enggan
memberikannya lantaran mengetahui Sang Murid belumlah siap dan belum pantas
untuk menerimanya. Ismullah Al-‘Adzom (Nama Allah yang paling Agung) ini jika
dibaca maka apapun yang kita minta akan langsung Allah berikan. Halnya yang
dilakukan oleh Asif Bin Barkhoya, orang sholeh di masa Nabi Sulaiman a.s. yang
memindahkan Istana Ratu Balqis dalam sekejap mata dari Negeri Saba' (Yaman) ke
Baitul Maqdis (Palestina) dengan menyebutkan Ismullah Al-A’dzom.
Berkali-kali Sang Murid mengiba kepada Sang Syeikh agar
diberikan nama tersebut namun Sang Syeikh tetap saja enggan, hingga suatu
ketika terjadilah kedzoliman di jalan di mana seorang pejabat lewat dan para
pengawalnya memukul orang-orang lemah di pinggir jalan yang ia lewati lantaran
tak ingin melihatnya dan menghalangi jalannya. Melihat hal itu Sang Murid
merasa berang dan sangat marah, andaikata Sang Syeikh memberikannya Ismullah
Al-A’dzom tentunya ia bisa menolong orang-orang lemah yang didzolimi penguasa.
Pulanglah Sang Murid kepada Sang Syeikh dan mengutarakan
kegelisahan hatinya serta kekecewaannya lantaran Sang Syeikh tak memberikan
Ismullah Al-A’dzom. Kemudian Syeikh menjelaskan padanya hikmah kenapa Syeikh
enggan memberikannya ; “Hai muridku, taukah Engkau siapa orang lemah yang
didzolimi oleh penguasa tersebut? Dia adalah seorang Waliyullah yang juga
mempunyai Ismullah Al-A’dzom, andaikata ia mau bisa saja ia menggunakannya.
Namun ia menyimpannya agar kelak mendapatkan pahala dari Allah sebagai balasan
atas kesabarannya. Lantas, andaikata Engkau Aku berikan Ismullah Al-A’dzom lalu
menggunakannya semaumu dan menolong orang lemah tersebut, pastinya dia tidak
rela karena pahala kesabarannya akan terkikis. Sedangkan dia sendiri adalah
seorang wali yang juga mempunyai Ismullah Al-A’dzom.”
Dari kisah ini Syeikh Salim memaparkan bahwasannya:
"Tak sembarangan orang bisa mendapatkan dan menggunakan Ismullah
Al-A'dzom, hanya wali-wali Allah saja yang pantas mendapatkannya yang sudah
memikirkan segala sesuatunya dari kaca mata yang berbeda atas petunjuk Allah.
Di sisi lain, secara lahir orang lemah yang didzolimi adalah orang biasa, itu
hanya topeng dari sebagian banyak Wali Allah yang enggan nampak di muka
manusia. Cukuplah Allah yang mengenalnya."
Menguatkan kisah "Topeng Kefakiran" topeng
ketiga pembahasan kita kali ini, Syeikh Salim menyampaikan satu kisah lagi,
yaitu : Betapa banyak wali-wali Allah nampak dalam keadaan fakir, sehingga
banyak para pedagang dan pengusaha menemuinya lantas meminta do'a agar
diberikan kesuksesan dalam niaganya. Lantas setelah mereka sukses akan kembali
kepada wali tersebut dan memberikan sebagian hartanya agar Sang Wali bisa
memanfaatkannya untuk kebutuhan hidupnya lantaran ketidakpunyaannya. Dan
pastinya Sang Wali akan menolaknya, andaikata ia menginginkannya maka sejak
awal cukuplah ia meminta kepada Allah agar diberi kecukupan. Akan tetapi ia
ingin mendapatkan balasan yang melimpah dari Allah kelak di surga bukan di
dunia yang fana ini.
Bahkan Rasulullah sendiri demikian pula keadaannya
sebagaimana disebutkan dalam hadits:
"عرض علىَّ ربى ليجعل لي بطحاء مكة ذهبا فقلت لا يا رب ولكن
أشبع يومًا وأجوع يومًا فإذا جعت تضرعت إليك وذكرتك وإذا شبعت حمدتك وشكرتك".
رواه أحمد
"Tuhanku
telah menawarkan padaku untuk menjadikan tanah Mekkah menjadi emas, maka Aku
katakan : "Tidak (usah) wahai Tuhanku, akan tetapi Aku (ingin) kenyang
sehari dan lapar sehari. Manakala Aku lapar Aku akan mengiba kepada-Mu dan
menyebut-Mu. Dan manakala Aku kenyang, Aku memuji-Mu dan bersyukur
pada-Mu". [HR. Ahmad]
Begitulah para kekasih-kekasih Allah, lebih memilih
Akhirat dari pada dunia. Bahkan disebutkan dalam hadits:
"إن أطول الناس جوعا يوم القيامة أكثرهم شبعا في الدنيا".
رواه الطبراني والبيهقي
"Sesungguhnya paling lamanya manusia (merasakan) lapar di Hari Kiamat
ialah mereka yang paling banyak kenyangnya di Dunia". [HR. Thabrani &
Baihaqi]
Mungkin ini adalah salah satu alasan terpenting lainnya
kenapa para kekasih Allah lebih memilih hidup dalam serba kekurangan selain
pahala yang mereka harapkan di Akhirat.
Baiklah, berikut ini adalah topeng terakhir dalam
pembahasan kita kali ini, "Topeng Amal" & "Topeng
Profesi". Di mana banyak dari manusia yang nampak beramal sholeh namun
semuanya adalah kesia-siaan. Ada di antara mereka yang ibadah siang dan malam,
akan tetapi hanya mengharap pujian manusia, Riya'. Ada pula yang bersedekah
setiap hari agar dibilang Ahli Sedekah. Ada yang berpuasa senin-kamis agar
dibilang Ahli Puasa. Ada yang menuntut ilmu sampai keluar negeri agar dibilang
"Si Fulan kini belajar di luar negeri. Si Fulan kini sudah mulai
berceramah sana-sini. Si Fulan sekarang sudah punya banyak majelis." Akan
tetapi semuanya sia-sia di mata Allah swt, sebab tak ada keikhlasan dalam
amalnya.
Kemudian Syeikh Salim menyampaikan sebuah hadits dari
Sahal Bin Sa'ad As-Sa'idi r.a. :
"أن رسول الله صلى الله عليه وسلم التقى هو والمشركون فاقتتلوا
فلما مال رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى عسكره ومال الآخرون إلى عسكرهم وفي
أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم رجل لا يدع لهم شاذة ولا فاذة إلا اتبعها
يضربها بسيفه فقال ما أجزأ منا اليوم أحد كما أجزأ فلان فقال رسول الله صلى الله
عليه وسلم أما إنه من أهل النار فقال رجل من القوم أنا صاحبه قال فخرج معه كلما
وقف وقف معه وإذا أسرع أسرع معه قال فجرح الرجل جرحا شديدا فاستعجل الموت فوضع نصل
سيفه بالأرض وذبابه بين ثدييه ثم تحامل على سيفه فقتل نفسه فخرج الرجل إلى رسول
الله صلى الله عليه وسلم فقال أشهد أنك رسول الله قال وما ذاك قال الرجل الذي ذكرت
آنفا أنه من أهل النار فأعظم الناس ذلك فقلت أنا لكم به فخرجت في طلبه ثم جرح جرحا
شديدا فاستعجل الموت فوضع نصل سيفه في الأرض وذبابه بين ثدييه ثم تحامل عليه فقتل
نفسه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم عند ذلك إن الرجل ليعمل عمل أهل الجنة
فيما يبدو للناس وهو من أهل النار وإن الرجل ليعمل عمل أهل النار فيما يبدو للناس
وهو من أهل الجنة. رواه البخاري
"Sesungguhnya Rasulullah saw
suatu ketika berjumpa dengan orang-orang musyrik dalam satu peperangan. Ketika
Rasulullah saw kembali kepada militernya dan yang lain kembali ke militernya
juga, ada di antara sahabat Rasulullah saw seorang lelaki yang tak pernah
meninggalkan seorangpun dari musuh melainkan ia mengikutinya lantas menebas
dengan pedangnya.
Lantas ada yang berkata : "Tak ada yang paling
berjasa di hari ini seorangpun melebihi Fulan." Maka Rasulullah saw
bersabda : "Ada pun dia (Si Fulan yang kalian bicarakan) adalah Ahli
Neraka." Kemudian seorang lelaki berkata : "Aku adalah
temannya," kemudian ia mengikuti Si Fulan, jika berhenti ia ikut berhenti,
jika mempercepat langkahnya juga mempercepat. Kemudian Si Fulan melukai dirinya
dengan luka yang parah, lantas ia mempercepat kematiannya dengan menegakkan
pedangnya di atas tanah dan meletakkan ujungnya di dadanya dan menjatuhkan
dirinya ke dalam tusukan pedang, membunuh dirinya sendiri.
Kemudia lelaki (teman Si Fulan) tersebut menemui
Rasulullah saw seraya berkata :
"Sungguh Aku bersaksi bahwasannya Engkau adalah utusan Allah,"
Rasulullah bersabda : "Gerangan apa itu (yang membuatmu bersaksi
demikian)?" Ia berkata : "Yaitu apa yang Engkau sebutkan barusan
bahwasannya ia (Si Fulan) adalah Ahli Neraka, hingga orang-orang terheran akan
hal itu. Kemudian Aku berkata pada mereka biar Aku yang memeriksanya. Lantas
Aku keluar mencarinya. Kemudian Si Fulan melukai dirinya dengan luka yang
parah, lantas ia mempercepat kematiannya dengan menegakkan pedangnya di atas
tanah dan meletakkan ujungnya di dadanya dan menjatuhkan dirinya ke dalam
tusukan pedang, membunuh dirinya sendiri."
Di saat itulah Rasulullah saw bersabda :
"Sesungguhnya seseorang melakukan amalan Ahli Surga sebagaimana nampak di
(mata) manusia sedangkan dia termasuk Ahli Neraka. Dan ada pula orang yang
melakukan amalan Ahli Neraka sebagaimana nampak di (mata) manusia sedangkan dia
termasuk Ahli Surga." [HR. Bukhari]
Amal yang nampak hanyalah sebuah topeng, sedangkan hakikat amal itu sendiri ada di hati. Hanya Allah saja yang mengetahui apakah amal itu ikhlas atau riya'. Sedangkan riya' dalam beramal hanyalah kesia-siaan di Akhirat kelak bahkan menjadi sebuah siksa sebagaimana disebutkan dalam hadits:
"إن الله إذا كان يوم القيامة ينزل إلى العباد ليقضى بينهم
وكل أُمَّةٍ جَاثِيَةٌ فأول من يدعو به رجل جمع القرآن ورجل قُتِلَ في سبيل الله
ورجل كثير المال فيقول الله للقارئ ألم أعلمك ما أنزلت على رسولي قال بلى يا رب
قال فماذا عَمِلْتَ فيما عُلِّمْتَ قال كنت أقوم به آناء الليل وآناء النهار فيقول
الله له كذبت وتقول له الملائكة كذبت ويقول الله له بل أردت أن يقال فلان قارئ فقد
قيل ذلك وَيُؤْتَى بصاحب المال فيقول الله له أَلَمْ أُوَسِّعْ عليك حتى لم
أَدَعْكَ تحتاج إلى أحد قال بلى يا رب قال فماذا عَمِلْتَ فيما آتَيْتُكَ قال كنت
أصل الرحم وأتصدق فيقول الله له كذبت وتقول الملائكة كذبت ويقول الله بل أردت أن
يقال فلان جَوَادٌ فقد قيل ذلك وَيُؤْتَى بالذي قُتل في سبيل الله فيقول الله في
ماذا قُتلت فيقول أُمِرْتُ بالجهاد في سبيلك فقاتلت حتى قُتلت فيقول الله له كذبت
وتقول الملائكة كذبت ويقول الله بل أردت أن يقال فلان جَرِيءٌ فقد قيل ذلك يا أبا
هريرة أولئك الثلاثة أول خلق الله تُسَعَّرُ بهم النار يوم القيامة." رواه
الترمذي وابن حبان
"Sesungguhnya Allah ketika
hari Kiamat (tiba) menemui para hamba-Nya untuk mengadili mereka, sedangkan
setiap umat (saat itu) duduk (di atas lututnya). Orang yang pertama kali
dipanggil adalah orang yang menghafal Al-Qur'an, orang yang dibunuh di jalan
Allah (Syahid), dan orang yang mempunyai banyak harta.
Lantas Allah berfirman kepada pengahafal Al-Qur’an :
“Bukankah Aku telah mengajarkanmu apa yang telah Aku turunkan kepada
utusan-Ku?” Ia berkata : “Benar, wahai Tuhanku.” Allah berfirman : “Lantas apa
yang Engkau perbuat dengan apa yang telah Engkau pelajari?” Ia menjawab :
“Dahulu Aku berdiri (Sholat) dengan (membaca)nya di waktu malam dan waktu
siang.” Allah berfirman padanya : “Engkau berdusta.” Para Malaikat juga berkata
padanya : “Engkau berdusta.” Allah berfirman padanya : “Engkau (beramal) dengan
tujuan agar (Engkau) disebut sebagai Qori’ (Penghafal Al-Qur’an), (dan) itu
telah dikatakan (orang padamu).”
Kemudian didatangkanlah orang yang berharta, lantas Allah
berfirman padanya : “Bukankah Aku telah melapangkan (harta)mu sehingga Aku tak
meninggalkanmu butuh kepada orang lain?” Ia berkata : “Benar wahai Tuhanku.”
Allah berfirman : “Lantas apa yang Kau perbuat dengan pemberianku?” Ia berkata
: “Dahulu Aku menyambung tali silaturahmi dan bersedekah.” Allah berfirman
padanya : “Engkau berdusta.” Para Malaikat juga berkata : “Engkau berdusta.”
Allah berfirman : “Akan tetapi Engkau (melakukannya) dengan harap agar disebut
sebagai orang yang dermawan, dan itu telah dikatakan (untukmu).”
Kemudian didatangkanlah orang yang dibunuh di jalan Allah
(Syahid). Kemudian Allah berfirman : “Karena hal apa Kamu dibunuh?” Ia menjawab
: “Aku diperintahkan untuk berjihad di jalan-Mu, kemudian Aku berperang hingga
Aku terbunuh.” Allah berfirman padanya : “Engkau berdusta.” Para Malaikat juga
berkata : “Engkau berdusta.” Allah berfirman : “Akan tetapi Engkau
(melakukannya) dengan harapan agar disebut sebagai pemberani, dan itu telah
dikatakan (untukmu).”
Wahai Abu Hurairah, mereka bertiga adalah makhluk Alllah
yang pertama kali dinyalakannya Api Neraka di Hari Kiamat dengan mereka.” [HR.
Tirmidzi & Ibnu Hibban]
Entah sudah berapa kali Syeikh menjalaskan topeng-topeng
di atas di setiap kesempatan dengan materi yang berkaitan. Dan selalu saja hati
ini merasa tertampar dengan wasiat-wasiat Syeikh yang begitu mendalam dan
selalu membuat diri ini kian kerdil. Masih banyak yang harus diintropeksi, dan
masih banyak hal yang harus dirubah pada diri ini.
Itulah topeng-topeng yang dikenakan manusia selama
hidupnya. Setiap orang bisa menilai dirinya sendiri sejauh mana peran yang ia
mainkan dalam hidupnya, sejauh apa amal yang ia kerjakan. Apakah semuanya
ikhlas karena Allah atau riya’ menginginkan pujian dan sanjungan dari manusia.
Topeng-topeng yang kita pelajari di atas semata-mata
untuk menuduh diri kita sendiri saat beramal bukan menilai dan menuduh amal
orang lain, apapun profesi dan amalnya, baik sebagai pejabat, ustadz, santri,
pedagang, miskin, kaya, sedekah, sholat, puasa, haji, umroh dll. Karena niat
dalam hati seseorang bukan urusan kita, akan tetpi urusannya dengan Allah.
Sayyidina Umar r.a. berpesan agar kita selalu mawas diri dan intropeksi sebagaimana diriwayatkan dari beliau :
"حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا"
"Hitunglah (amal) kalian sebelum (amal
kalian) dihitung. Dan berhiaslah untuk hari ditampakkannya amal. Sesungguhnya
(proses) hitungan amal semata-mata bisa ringan (cepat) bagi mereka yang
mengintropeksi dirinya di dunia."
Maimun Bin Mahran (37-117 H) berkata:
"لاَ يَكُونُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ
كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ "
"Tidaklah seorang hamba itu bertakwa
hingga dia menghitung (amal) dirinya sebagaimana menghitung temannya dari mana
makanan dan pakaiannya."
Semoga dijadikan Allah swt senantiasa menjaga hati dan
amal kita. Semoga kita dijadikan orang-orang yang selalu mawas diri dan
mengambil ibroh dari apa yang kita lihat dan apa kita dengar. Dan semoga Allah
menjadikan kita sebagai orang-orang yang tulus dalam beramal dan benar-benar
menjadi orang yang bertakwa kepadanya. Aaamiin. [Wallahu A'lam Bishshowab]
Ditulis di Mukalla – Yaman, Januari 2018.
Posting Komentar