Sabtu, 17 Oktober 2020

Kesia-siaan Topeng Kehidupan

 

Kesia-siaan Topeng Kehidupan

Oleh : Imam Abdullah El-Rashied
(*)


Nafashadhramaut.idHari ini, seperti jum'at-jum'at sebelumnya. Selepas melaksanakan Jama'ah Shalat Jum'at di Jami' Shafie, seperti biasanya Syeikh Salim memberi kajian dalam bidang Hadits, Tafsir, Fiqih & Tasawwuf. Yah, inilah Rouhah mingguan di hari libur kuliah di Imam Shafie College dengan menggunakan kitab-kitab sebagai berikut ; Sunan Abi Daud, Tafsir Al-Jalalain, Ghoyat Al-Muna dan Ihya' Ulumiddin.

Mendapat gelar doktor di bidang Tafsir dan sempat mengambil Magister dalam 2 Fakultas berbeda membuat penyampaian beliau dalam sebuah kajian kian sangat ilmiah, terlebih beliau seorang Khotib dan Qodhi (Hakim) di Kota Mukalla. Setiap untaian hikmah yang beliau sampaikan sangat sarat akan nasehat, dilengkapi ketajaman beliau memberikan dalil baik dari Al-Qur'an maupun Hadits membuat setiap kajian yang beliau sampaikan selalu dinantikan.

Mengutip Ayat 13-16 dari Surat Hud, Syeikh menjelaskan hal ihwalnya orang kafir Quraisy yang menentang kebenaran Al-Qur'an dari Allah. Kemudian penjelasan mengapa orang-orang kafir selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan di dunia, membangun peradaban maju dan lain sebagainya yang semata-mata lantaran kehidupan sejati mereka hanya di dunia, sedangkan di akhirat hanyalah siksa semata. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:


"الدنيا سجن المؤمن وجنة الكافر." رواه أحمد ومسلم وغيرهما


"Dunia ini adalah penjaranya orang beriman dan surganya orang kafir". [HR. Ahmad, Muslim dll]

Maka dari itulah balasan kebaikan mereka hanya di dunia, adapun di akhirat tak ada balasan kebaikan bagi mereka akan tetapi siksa. Sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya:


{ مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ }


"Barang siapa yang mengharapkan ladang akhirat maka Kami akan menambahkan ladangnya, dan barang siapa yang menginginkan ladang dunia maka kami akan memberikannya, sedangkan dia tak kan dapat bagian di akhirat." [QS. Asy-Syura : 20]

Inilah topeng pertama, "Topeng Kejayaan Dunia". Begitu banyak orang-orang kafir yang Allah mudahkan urusan dunia mereka, menguasai segala aspek kehidupan manusia dari perekonomian, politik, sains, teknologi dan peradaban yang sangat maju. Sayangnya itu hanya sekedar topeng mereka di dunia yang fana, sedangkan di akhirat, topeng itu tak lagi berlaku karena hanya nerakalah balasan mereka.

Selesai memberikan penjelasan akan hakikat yang didapatkan orang kafir yang semata-mata hanya di dunia, Syeikh kini beralih pada pembahasan seorang Mu'min. Pesan mendalam akan hakikat topeng dan baju yang banyak digunakan banyak orang dalam banyak peran.

Beliau memberikan kami beberapa contoh dari kisah-kisah zaman dahulu, di antaranya :

Seorang Murid berguru kepada seorang Syeikh yang sangat zuhud dan sederhana. Kebutuhan harian beliau dipenuhi sendiri dengan menangkap ikan di laut. Ikan yang selalu beliau tangkap hanya dua ekor saja, satu untuk makan beliau dan satunya lagi untuk dijual kemudian disedekahkan kepada fakir-miskin yang membutuhkan. Melihat kesederhanaan dan kezuduhan Sang Syeikh, Sang Murid bertanya; "Wahai Syeikh, adakah orang lain yang kedudukannya melebihi dirimu?". "Yah, ada. Coba Engkau pergi ke kota di sana, silahkan temui Syeikh Fulan, dan sampaikan salamku padanya," Syeikh menjawab.

Berangkatlah Murid tersebut keluar kota untuk menemui seorang Syeikh yang melebihi gurunya. Tiap kali melintasi perkebunan besar ia bertanya kepada orang yang dilaluinya : "Milik siapakah kebun tersebut?", orang akan menjawab ; "Milik Syeikh Fulan". Tiap kali melihat rumah besarpun bertanya dan mendapatkan jawaban yang sama.

Tibalah Murid tersebut di rumah Syeikh. Sebelum ia mengutarakan isi hatinya, Syeikh langsung berkata : "Aku terima salam gurumu dan Aku tahu maksud kedatanganmu ke sini serta mengapa Engkau terkaget-kaget bagaimana Aku yang memiliki harta yang begitu banyak lebih zuhud dibandingkan gurumu yang tak punya apa-apa," Syeikh menjelaskan. "Hal ini tak lain karena Syeikhmu masih menyimpan ketergantungan dengan dunia sedangkan diriku tidak. Harta yang Aku miliki tak pernah terpaut di hatiku, datang dan pergi tanpa Aku pedulikan sama sekali." Syeikh memberi alasan. "Sampaikan pada gurumu agar ia mengeluarkan dunia dari hatinya," Syeikh berpesan.

Pulanglah Sang Murid kepada Syeikh di kampungnya, lantas menyampaikan apa yang ia dengar dari Syeikh Fulan tersebut. "Benar adanya apa yang disampaikan Syeikh Fulan. Tiap hari hatiku masih saja memikirkan dan tergantung pada 2 ekor ikan yang hendak Aku tangkap."

"Begitulah kehidupan, yang nampak di mata bukanlah hakikat yang dinilai. Sebab sejatinya kezuhudan itu ada di hati, bukan ketika ia memiliki harta apa tidak. Akan tetapi, masihkah hatinya terus terhubung dan terpaut memikirkan harta atau tidak? Itulah pembeda sebuah kezuhudan," Syeikh Salim memberi komentar atas kisah yang beliau tuturkan. Sebab yang nampak hanyalah topeng semata, sedangkan Allah menilai hati dan amal perbuatan kita.

Ini adalah topeng kedua, "Topeng Kezuhudan Di Balik Kemiskinan". Zuhud bukan berarti miskin, zuhud bukan berarti tak mempunyai apa-apa, dan zuhud bukan berarti tak menyentuh harta. Hakikat zuhud bukanlah pada apa yang dimiliki dan tidak dimiliki. Akan tetapi hakikat zuhud adalah tentang keterikatan hati dengan apa yang dimiliki dan apa yang dicari, yaitu : "Tak pedulinya hati tentang harta yang ia cari dan ia miliki. Bagi seorang yang zuhud, datang dan perginya harta sama saja. Batu dan Emas tak ada bedanya. Sebab hatinya sudah tak mengharapkan sedikitpun dari apa yang disebut dengan dunia."

Satu lagi kisah yang beliau sampaikan, yaitu :

Ada seorang murid meminta kepada Syeikhnya : “Wahai Syeikh berikanlah Aku Ismullah Al-A’dzom!”, namun Sang Syeikh enggan memberikannya lantaran mengetahui Sang Murid belumlah siap dan belum pantas untuk menerimanya. Ismullah Al-‘Adzom (Nama Allah yang paling Agung) ini jika dibaca maka apapun yang kita minta akan langsung Allah berikan. Halnya yang dilakukan oleh Asif Bin Barkhoya, orang sholeh di masa Nabi Sulaiman a.s. yang memindahkan Istana Ratu Balqis dalam sekejap mata dari Negeri Saba' (Yaman) ke Baitul Maqdis (Palestina) dengan menyebutkan Ismullah Al-A’dzom.

Berkali-kali Sang Murid mengiba kepada Sang Syeikh agar diberikan nama tersebut namun Sang Syeikh tetap saja enggan, hingga suatu ketika terjadilah kedzoliman di jalan di mana seorang pejabat lewat dan para pengawalnya memukul orang-orang lemah di pinggir jalan yang ia lewati lantaran tak ingin melihatnya dan menghalangi jalannya. Melihat hal itu Sang Murid merasa berang dan sangat marah, andaikata Sang Syeikh memberikannya Ismullah Al-A’dzom tentunya ia bisa menolong orang-orang lemah yang didzolimi penguasa.

Pulanglah Sang Murid kepada Sang Syeikh dan mengutarakan kegelisahan hatinya serta kekecewaannya lantaran Sang Syeikh tak memberikan Ismullah Al-A’dzom. Kemudian Syeikh menjelaskan padanya hikmah kenapa Syeikh enggan memberikannya ; “Hai muridku, taukah Engkau siapa orang lemah yang didzolimi oleh penguasa tersebut? Dia adalah seorang Waliyullah yang juga mempunyai Ismullah Al-A’dzom, andaikata ia mau bisa saja ia menggunakannya. Namun ia menyimpannya agar kelak mendapatkan pahala dari Allah sebagai balasan atas kesabarannya. Lantas, andaikata Engkau Aku berikan Ismullah Al-A’dzom lalu menggunakannya semaumu dan menolong orang lemah tersebut, pastinya dia tidak rela karena pahala kesabarannya akan terkikis. Sedangkan dia sendiri adalah seorang wali yang juga mempunyai Ismullah Al-A’dzom.”

Dari kisah ini Syeikh Salim memaparkan bahwasannya: "Tak sembarangan orang bisa mendapatkan dan menggunakan Ismullah Al-A'dzom, hanya wali-wali Allah saja yang pantas mendapatkannya yang sudah memikirkan segala sesuatunya dari kaca mata yang berbeda atas petunjuk Allah. Di sisi lain, secara lahir orang lemah yang didzolimi adalah orang biasa, itu hanya topeng dari sebagian banyak Wali Allah yang enggan nampak di muka manusia. Cukuplah Allah yang mengenalnya."

Menguatkan kisah "Topeng Kefakiran" topeng ketiga pembahasan kita kali ini, Syeikh Salim menyampaikan satu kisah lagi, yaitu : Betapa banyak wali-wali Allah nampak dalam keadaan fakir, sehingga banyak para pedagang dan pengusaha menemuinya lantas meminta do'a agar diberikan kesuksesan dalam niaganya. Lantas setelah mereka sukses akan kembali kepada wali tersebut dan memberikan sebagian hartanya agar Sang Wali bisa memanfaatkannya untuk kebutuhan hidupnya lantaran ketidakpunyaannya. Dan pastinya Sang Wali akan menolaknya, andaikata ia menginginkannya maka sejak awal cukuplah ia meminta kepada Allah agar diberi kecukupan. Akan tetapi ia ingin mendapatkan balasan yang melimpah dari Allah kelak di surga bukan di dunia yang fana ini.

Bahkan Rasulullah sendiri demikian pula keadaannya sebagaimana disebutkan dalam hadits:


"عرض علىَّ ربى ليجعل لي بطحاء مكة ذهبا فقلت لا يا رب ولكن أشبع يومًا وأجوع يومًا فإذا جعت تضرعت إليك وذكرتك وإذا شبعت حمدتك وشكرتك". رواه أحمد


"Tuhanku telah menawarkan padaku untuk menjadikan tanah Mekkah menjadi emas, maka Aku katakan : "Tidak (usah) wahai Tuhanku, akan tetapi Aku (ingin) kenyang sehari dan lapar sehari. Manakala Aku lapar Aku akan mengiba kepada-Mu dan menyebut-Mu. Dan manakala Aku kenyang, Aku memuji-Mu dan bersyukur pada-Mu". [HR. Ahmad]

Begitulah para kekasih-kekasih Allah, lebih memilih Akhirat dari pada dunia. Bahkan disebutkan dalam hadits:


"إن أطول الناس جوعا يوم القيامة أكثرهم شبعا في الدنيا". رواه الطبراني والبيهقي


"Sesungguhnya paling lamanya manusia (merasakan) lapar di Hari Kiamat ialah mereka yang paling banyak kenyangnya di Dunia". [HR. Thabrani & Baihaqi]

Mungkin ini adalah salah satu alasan terpenting lainnya kenapa para kekasih Allah lebih memilih hidup dalam serba kekurangan selain pahala yang mereka harapkan di Akhirat.

Baiklah, berikut ini adalah topeng terakhir dalam pembahasan kita kali ini, "Topeng Amal" & "Topeng Profesi". Di mana banyak dari manusia yang nampak beramal sholeh namun semuanya adalah kesia-siaan. Ada di antara mereka yang ibadah siang dan malam, akan tetapi hanya mengharap pujian manusia, Riya'. Ada pula yang bersedekah setiap hari agar dibilang Ahli Sedekah. Ada yang berpuasa senin-kamis agar dibilang Ahli Puasa. Ada yang menuntut ilmu sampai keluar negeri agar dibilang "Si Fulan kini belajar di luar negeri. Si Fulan kini sudah mulai berceramah sana-sini. Si Fulan sekarang sudah punya banyak majelis." Akan tetapi semuanya sia-sia di mata Allah swt, sebab tak ada keikhlasan dalam amalnya.

Kemudian Syeikh Salim menyampaikan sebuah hadits dari Sahal Bin Sa'ad As-Sa'idi r.a. :


"أن رسول الله صلى الله عليه وسلم التقى هو والمشركون فاقتتلوا فلما مال رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى عسكره ومال الآخرون إلى عسكرهم وفي أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم رجل لا يدع لهم شاذة ولا فاذة إلا اتبعها يضربها بسيفه فقال ما أجزأ منا اليوم أحد كما أجزأ فلان فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أما إنه من أهل النار فقال رجل من القوم أنا صاحبه قال فخرج معه كلما وقف وقف معه وإذا أسرع أسرع معه قال فجرح الرجل جرحا شديدا فاستعجل الموت فوضع نصل سيفه بالأرض وذبابه بين ثدييه ثم تحامل على سيفه فقتل نفسه فخرج الرجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال أشهد أنك رسول الله قال وما ذاك قال الرجل الذي ذكرت آنفا أنه من أهل النار فأعظم الناس ذلك فقلت أنا لكم به فخرجت في طلبه ثم جرح جرحا شديدا فاستعجل الموت فوضع نصل سيفه في الأرض وذبابه بين ثدييه ثم تحامل عليه فقتل نفسه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم عند ذلك إن الرجل ليعمل عمل أهل الجنة فيما يبدو للناس وهو من أهل النار وإن الرجل ليعمل عمل أهل النار فيما يبدو للناس وهو من أهل الجنة. رواه البخاري


"Sesungguhnya Rasulullah saw suatu ketika berjumpa dengan orang-orang musyrik dalam satu peperangan. Ketika Rasulullah saw kembali kepada militernya dan yang lain kembali ke militernya juga, ada di antara sahabat Rasulullah saw seorang lelaki yang tak pernah meninggalkan seorangpun dari musuh melainkan ia mengikutinya lantas menebas dengan pedangnya.

Lantas ada yang berkata : "Tak ada yang paling berjasa di hari ini seorangpun melebihi Fulan." Maka Rasulullah saw bersabda : "Ada pun dia (Si Fulan yang kalian bicarakan) adalah Ahli Neraka." Kemudian seorang lelaki berkata : "Aku adalah temannya," kemudian ia mengikuti Si Fulan, jika berhenti ia ikut berhenti, jika mempercepat langkahnya juga mempercepat. Kemudian Si Fulan melukai dirinya dengan luka yang parah, lantas ia mempercepat kematiannya dengan menegakkan pedangnya di atas tanah dan meletakkan ujungnya di dadanya dan menjatuhkan dirinya ke dalam tusukan pedang, membunuh dirinya sendiri.

Kemudia lelaki (teman Si Fulan) tersebut menemui Rasulullah saw seraya berkata  : "Sungguh Aku bersaksi bahwasannya Engkau adalah utusan Allah," Rasulullah bersabda : "Gerangan apa itu (yang membuatmu bersaksi demikian)?" Ia berkata : "Yaitu apa yang Engkau sebutkan barusan bahwasannya ia (Si Fulan) adalah Ahli Neraka, hingga orang-orang terheran akan hal itu. Kemudian Aku berkata pada mereka biar Aku yang memeriksanya. Lantas Aku keluar mencarinya. Kemudian Si Fulan melukai dirinya dengan luka yang parah, lantas ia mempercepat kematiannya dengan menegakkan pedangnya di atas tanah dan meletakkan ujungnya di dadanya dan menjatuhkan dirinya ke dalam tusukan pedang, membunuh dirinya sendiri."

Di saat itulah Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya seseorang melakukan amalan Ahli Surga sebagaimana nampak di (mata) manusia sedangkan dia termasuk Ahli Neraka. Dan ada pula orang yang melakukan amalan Ahli Neraka sebagaimana nampak di (mata) manusia sedangkan dia termasuk Ahli Surga." [HR. Bukhari]

Amal yang nampak hanyalah sebuah topeng, sedangkan hakikat amal itu sendiri ada di hati. Hanya Allah saja yang mengetahui apakah amal itu ikhlas atau riya'. Sedangkan riya' dalam beramal hanyalah kesia-siaan di Akhirat kelak bahkan menjadi sebuah siksa sebagaimana disebutkan dalam hadits:


"إن الله إذا كان يوم القيامة ينزل إلى العباد ليقضى بينهم وكل أُمَّةٍ جَاثِيَةٌ فأول من يدعو به رجل جمع القرآن ورجل قُتِلَ في سبيل الله ورجل كثير المال فيقول الله للقارئ ألم أعلمك ما أنزلت على رسولي قال بلى يا رب قال فماذا عَمِلْتَ فيما عُلِّمْتَ قال كنت أقوم به آناء الليل وآناء النهار فيقول الله له كذبت وتقول له الملائكة كذبت ويقول الله له بل أردت أن يقال فلان قارئ فقد قيل ذلك وَيُؤْتَى بصاحب المال فيقول الله له أَلَمْ أُوَسِّعْ عليك حتى لم أَدَعْكَ تحتاج إلى أحد قال بلى يا رب قال فماذا عَمِلْتَ فيما آتَيْتُكَ قال كنت أصل الرحم وأتصدق فيقول الله له كذبت وتقول الملائكة كذبت ويقول الله بل أردت أن يقال فلان جَوَادٌ فقد قيل ذلك وَيُؤْتَى بالذي قُتل في سبيل الله فيقول الله في ماذا قُتلت فيقول أُمِرْتُ بالجهاد في سبيلك فقاتلت حتى قُتلت فيقول الله له كذبت وتقول الملائكة كذبت ويقول الله بل أردت أن يقال فلان جَرِيءٌ فقد قيل ذلك يا أبا هريرة أولئك الثلاثة أول خلق الله تُسَعَّرُ بهم النار يوم القيامة." رواه الترمذي وابن حبان


"Sesungguhnya Allah ketika hari Kiamat (tiba) menemui para hamba-Nya untuk mengadili mereka, sedangkan setiap umat (saat itu) duduk (di atas lututnya). Orang yang pertama kali dipanggil adalah orang yang menghafal Al-Qur'an, orang yang dibunuh di jalan Allah (Syahid), dan orang yang mempunyai banyak harta.

Lantas Allah berfirman kepada pengahafal Al-Qur’an : “Bukankah Aku telah mengajarkanmu apa yang telah Aku turunkan kepada utusan-Ku?” Ia berkata : “Benar, wahai Tuhanku.” Allah berfirman : “Lantas apa yang Engkau perbuat dengan apa yang telah Engkau pelajari?” Ia menjawab : “Dahulu Aku berdiri (Sholat) dengan (membaca)nya di waktu malam dan waktu siang.” Allah berfirman padanya : “Engkau berdusta.” Para Malaikat juga berkata padanya : “Engkau berdusta.” Allah berfirman padanya : “Engkau (beramal) dengan tujuan agar (Engkau) disebut sebagai Qori’ (Penghafal Al-Qur’an), (dan) itu telah dikatakan (orang padamu).”

Kemudian didatangkanlah orang yang berharta, lantas Allah berfirman padanya : “Bukankah Aku telah melapangkan (harta)mu sehingga Aku tak meninggalkanmu butuh kepada orang lain?” Ia berkata : “Benar wahai Tuhanku.” Allah berfirman : “Lantas apa yang Kau perbuat dengan pemberianku?” Ia berkata : “Dahulu Aku menyambung tali silaturahmi dan bersedekah.” Allah berfirman padanya : “Engkau berdusta.” Para Malaikat juga berkata : “Engkau berdusta.” Allah berfirman : “Akan tetapi Engkau (melakukannya) dengan harap agar disebut sebagai orang yang dermawan, dan itu telah dikatakan (untukmu).”

Kemudian didatangkanlah orang yang dibunuh di jalan Allah (Syahid). Kemudian Allah berfirman : “Karena hal apa Kamu dibunuh?” Ia menjawab : “Aku diperintahkan untuk berjihad di jalan-Mu, kemudian Aku berperang hingga Aku terbunuh.” Allah berfirman padanya : “Engkau berdusta.” Para Malaikat juga berkata : “Engkau berdusta.” Allah berfirman : “Akan tetapi Engkau (melakukannya) dengan harapan agar disebut sebagai pemberani, dan itu telah dikatakan (untukmu).”

Wahai Abu Hurairah, mereka bertiga adalah makhluk Alllah yang pertama kali dinyalakannya Api Neraka di Hari Kiamat dengan mereka.” [HR. Tirmidzi & Ibnu Hibban]

Entah sudah berapa kali Syeikh menjalaskan topeng-topeng di atas di setiap kesempatan dengan materi yang berkaitan. Dan selalu saja hati ini merasa tertampar dengan wasiat-wasiat Syeikh yang begitu mendalam dan selalu membuat diri ini kian kerdil. Masih banyak yang harus diintropeksi, dan masih banyak hal yang harus dirubah pada diri ini.

Itulah topeng-topeng yang dikenakan manusia selama hidupnya. Setiap orang bisa menilai dirinya sendiri sejauh mana peran yang ia mainkan dalam hidupnya, sejauh apa amal yang ia kerjakan. Apakah semuanya ikhlas karena Allah atau riya’ menginginkan pujian dan sanjungan dari manusia.

Topeng-topeng yang kita pelajari di atas semata-mata untuk menuduh diri kita sendiri saat beramal bukan menilai dan menuduh amal orang lain, apapun profesi dan amalnya, baik sebagai pejabat, ustadz, santri, pedagang, miskin, kaya, sedekah, sholat, puasa, haji, umroh dll. Karena niat dalam hati seseorang bukan urusan kita, akan tetpi urusannya dengan Allah.

Sayyidina Umar r.a. berpesan agar kita selalu mawas diri dan intropeksi sebagaimana diriwayatkan dari beliau :


"حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا"


"Hitunglah (amal) kalian sebelum (amal kalian) dihitung. Dan berhiaslah untuk hari ditampakkannya amal. Sesungguhnya (proses) hitungan amal semata-mata bisa ringan (cepat) bagi mereka yang mengintropeksi dirinya di dunia."

Maimun Bin Mahran (37-117 H) berkata:


"لاَ يَكُونُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ "


"Tidaklah seorang hamba itu bertakwa hingga dia menghitung (amal) dirinya sebagaimana menghitung temannya dari mana makanan dan pakaiannya."

Semoga dijadikan Allah swt senantiasa menjaga hati dan amal kita. Semoga kita dijadikan orang-orang yang selalu mawas diri dan mengambil ibroh dari apa yang kita lihat dan apa kita dengar. Dan semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang tulus dalam beramal dan benar-benar menjadi orang yang bertakwa kepadanya. Aaamiin. [Wallahu A'lam Bishshowab]

 

Ditulis di Mukalla – Yaman, Januari 2018.

(*) Penulis adalah alumni Univ. Imam Syafi'i, dan saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Hadhramaut University.

Posting Komentar

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search