Oleh: Ahmad Rizal
Mahasiswa tingkat 2 Fak. Syariah – Universitas Imam Syafi’i,
Mukalla, Hadhramaut, Yaman.
Nafashadhramaut.id | Terkait dengan pengkafiran semua sekte agama, tidak lepas dari ulah
para cendekiawan asuhan Muhammad bin Abdul Wahab. Tidak satu sekte pun yang
sesuai dengan pemikirannya.
Sebuah gerakan separatis ini muncul pada masa pemerintahan Sultan
Salim III (1204-1222). Mereka datang menggobrak kemapanan umat Islam dalam
akidah dan syariah, karenanya sekte ini tersebar dengan peperangan dan
pertumpahan darah.
Para gurunya telah berfirasat perihal kesesatannya. Mereka berkata,
“Anak ini akan tersesat, dan Allah akan menyesatkannya dengan menjauhkan dia
dari rahmat-Nya.” Ayahnya, Abdul Wahab,
termasuk dari ulama' Ahlussunnah, juga memiliki firasat buruk
terhadapnya, begitu pun saudaranya, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahab.
Syekh Sulaiman bin Abdul Wahab ini juga memiliki karangan yang
berjudul “as-Shawaiq al-Ilahiyah fi ar-Rod ala al-Wahhabiyah” untuk
menolak apa yang dibawa Muhammad bin Abdul Wahab.
Muhammad bin Abdul Wahab menganggap 600 tahun silam umat Islam
dalam kekafiran. Dengan anggapan tersebut, Dia mewajibkan semua individu manusia
agar mengikuti apa yang Ia bawa dan juga harus berikrar bahwa, "Tiada
Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Dan bersaksi bahwa kedua
orang tuamu, begitu juga kamu (yang berikrar) dan semua manusia dalam
kekafiran." Kemudian apabila tidak mengikuti ajarannya, maka nyawalah jadi
taruhannya.
Ahli Madinah tidak mengindahkan apa yang Ia bawa, bahkan menolaknya,
hingga ia memutuskan hijrah ke daerah timur kota Arab pada tahun 1143 H
tepatnya di kota Najd.
Suatu ketika ada 20 utusan yang dikirim bangsa Inggris untuk
mencari infomasi tentang Islam. Dengan bekal yang sangat mencukupi, baik dari
segi materi atau pengetahuan. Satu di antaranya dikirim ke kota Makkah, akan
tetapi ia ragu untuk melangsungkan tugasnya ini. “Saya menemukan titik
kesulitan dan keraguan dalam mengelabuhi umat Islam, karena Islam adalah
kelompok yang berpegang teguh pada ajaran para Ulama’nya, sehingga sangat sulit
sekali mencari cela untuk memalsukan sejarah Islam,” ungkapnya. Meskipun dia
dipenuhi dengan keraguan, akhirnya ia tetap melanjutkan tugasnya.
Setelah sekian lama mencari titik terang, akhirnya ia menemukan
obyeknya, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab. “Ia adalah seorang yang ambisius
dalam mengedepankan pendapatnya, ia adalah sosok liberal, dia juga menafsirkan
al-Qur’an sesuai dengan hawa nafsunya, pun membantah pendapat-pendapat Ulama,”
begitulah ungkapannya.
Berbagai macam pendekatan, bujukan dan rayuan ia lakukan untuk
mendapat simpatis dari Muhammad bin Abdul Wahab. “Saya berharap engkau adalah
orang yang memperbaharui Islam, karena engkau adalah satu-satunya orang yang
diharapkan mampu menunjang Islam dari kemerosotan dan kesesatan saat ini,” bujuknya.
Dengan segenap bujukan dan rayuan, akhirnya Muhammad bin Abdul Wahab
mengikuti apa pun intruksi utusan ini. Sampai ia dipersilahkan tinggal bersamanya dengan kedok
budak yang ia beli dari kota Bashroh, guna menjaga kecurigaan warga setempat.
Semakin hari, kedekatan antara keduanya semakin bertambah, hingga
Mr. Hunfar, utusan Inggris ini berinisiatif untuk melangsungkan tugasnya.
Berikut tugas Mr. Hunfar:
1. Mengkafirkan semua
Muslim, menghalalkan darahnya, merusak akhlaknya dan menjual sebagian darinya
ke tempat perbudakan.
2. Menghancurkan Kakbah,
melarang orang-orang muslim untuk haji, membunuh siapa saja yang memaksa untuk
haji dengan berlandaskan bahwa perbuatan seperti ini adalah sesuai dengan
mereka para penyembah berhala.
3. Menyiapkan pasukan
untuk menumpas habis Muslim dari segala penjuru dan kota Hijaz jadi sasaran utama.
4. Menghancurkan
kubah, kuburan, dan tempat-tempat yang dianggap bersejarah oleh umat Islam.
5. Merubah al-Qur’an
kemudian menyebarkannya.
Lima poin ini dihaturkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, maka dengan
sigap Muhammad bin Abdul Wahhab mengiyakannya.
Demi kelangsungan poin-poin itu, ia bekerja sama dengan Muhammad
bin Saud. Dimulai dari mengumpulkan pasukan hingga melakukan penyerangan.
Setelah semua tersedia, ia bergegas mengirim pasukannya ke Thaif, hingga akhirnya
ia berhasil menguasai kota Thaif dengan cara yang sangat sadis.
Mereka membabi buta, membunuh laki-laki dan perempuan, tua, muda,
anak-anak bahkan bayi yang masih menyusu. Berkat dukungan dan bantuan Hijaz
bagian timur, yaitu raja Muhammad bin Saud raja ad-Dir'iyah. Mereka usir semua
anggota rumah-rumah yang berada di Thaif, pun mereka yang sedang beribadah
menghadap sang Ilahi, mereka hempaskan tanpa sisa. Mereka rampas semua harta
kekayaan penduduk Thaif. Begitu pun macam-macam kitab yang tidak sesuai dengan
pemikirannya juga ia musnahkan, tidak lagi dimuliakan hingga bertaburan di
seluruh penghujung jalan.
Setelah mereka meringkus habis kota Thaif dengan kekuatan yang
mereka miliki, kemudian mereka memperluas kekuasannya ke beberapa kota, seperti
Mekkah, Madinah, Jeddah dan kota-kota lainnya.
Hingga akhirnya Sultan Mahmud Khan II turun tangan memerintahkan
Raja Mesir Muhammad Ali Basya untuk membendung gerakan Wahabi ini. Dengan
kekuatan pasukan dan kegigihan Raja Muhammad Ali Basya, akhirnya mereka dapat
kembali mengambil alih kota Thaif, Mekkah, Madinah dan Jeddah dari kekuasaan
golongan Wahabi.
Begitulah tersebarnya pemikiran Wahabi, mereka menyebarkan pola
fikir mereka dengan kekerasan dan penumpahan darah.
Sebagian kalangan tidak menyukai istilah Wahabi dan lebih menyukai
istilah Salafi. Salah satu alasannya, penamaan dakwah yang diemban Muhammad
dengan nama Wahhabiyah yang dinisbatkan kepadanya adalah penisbatan yang keliru
dari sisi bahasa, karena ayahnya tidak menyebarkan dakwah ini.
Namun, mengklaim mazhab baru dengan nama Salafiyah atau Salafi,
merupakan bentuk fanatisme (ta'ashshub), serta tidak masuk kategori ittiba'
(mengikuti) seperti yang diharapkan. Dengan ujaran lain, ittiba' salaf
merupakan inti agama, dan dasar yang ditetapkan Sunnah Rasulullah saw. Sedangkan
pengklaiman terhadap mazhab Salafi merupakan bentuk bid'ah yang tidak diridhai
Allah dan juga bentuk penyelewengan terhadap sesuatu yang tidak ada dasarnya
dalam sejarah.
Dari kurun waktu pertama yang diberkahi dalam agama Islam, tidak
ada mazhab dalam kelompok umat Islam yang diberi nama dengan “Mazhab Salafi” atau
Mazhab Salaf”.
Dalam catatan sejrah, awal mula golongan ini tersebar di Indonesia
adalah di kota Sumatera pada tahun 1803 M dibawa oleh orang haji kala itu yang telah
terhasut oleh pemikiran Wahabi di kota Makkah. Maka hendaknya kita saling
menjaga jalan hidup kita satu sama lain agar kita dan juga saudara-saudara kita
tidak sampai terjerumus dalam manhaj yang tidak sesuai dengan salafusshalih.
Refrensi:
• Syeikh Muhammad
Faqih Maskumambang, An-Nushus al-Islamiyah.
• Ahmad Zaini
Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah.
• Ahmad Zaini
Dahlan, Umara' al-Balad al-Haram.
• Ahmad Zaini
Dahlan, Ad-Durrah as-Saniyah.
• Ibid.
• Ali Miqdadi, Kasyful
Khofa'.
• Sulaiman bin Abdul
Wahhab, As-Showaiq al-Ilahiyah.
• Mr. hunfar,
Mudtakirot Mr. Hunfar.
Posting Komentar