Selasa, 14 September 2021

600 TAHUN SILAM UMAT MANUSIA DALAM KEKAFIRAN


Oleh: Ahmad Rizal

Mahasiswa tingkat 2 Fak. Syariah – Universitas Imam Syafi’i, Mukalla, Hadhramaut, Yaman.

 

Nafashadhramaut.id | Terkait dengan pengkafiran semua sekte agama, tidak lepas dari ulah para cendekiawan asuhan Muhammad bin Abdul Wahab. Tidak satu sekte pun yang sesuai dengan pemikirannya.

 

Sebuah gerakan separatis ini muncul pada masa pemerintahan Sultan Salim III (1204-1222). Mereka datang menggobrak kemapanan umat Islam dalam akidah dan syariah, karenanya sekte ini tersebar dengan peperangan dan pertumpahan darah.

 

Para gurunya telah berfirasat perihal kesesatannya. Mereka berkata, “Anak ini akan tersesat, dan Allah akan menyesatkannya dengan menjauhkan dia dari rahmat-Nya.”  Ayahnya, Abdul Wahab, termasuk dari ulama' Ahlussunnah, juga memiliki firasat buruk terhadapnya, begitu pun saudaranya, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahab.

 

Syekh Sulaiman bin Abdul Wahab ini juga memiliki karangan yang berjudul “as-Shawaiq al-Ilahiyah fi ar-Rod ala al-Wahhabiyah” untuk menolak apa yang dibawa Muhammad bin Abdul Wahab.

 

Muhammad bin Abdul Wahab menganggap 600 tahun silam umat Islam dalam kekafiran. Dengan anggapan tersebut, Dia mewajibkan semua individu manusia agar mengikuti apa yang Ia bawa dan juga harus berikrar bahwa, "Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Dan bersaksi bahwa kedua orang tuamu, begitu juga kamu (yang berikrar) dan semua manusia dalam kekafiran." Kemudian apabila tidak mengikuti ajarannya, maka nyawalah jadi taruhannya.

 

Ahli Madinah tidak mengindahkan apa yang Ia bawa, bahkan menolaknya, hingga ia memutuskan hijrah ke daerah timur kota Arab pada tahun 1143 H tepatnya di kota Najd.

 

Suatu ketika ada 20 utusan yang dikirim bangsa Inggris untuk mencari infomasi tentang Islam. Dengan bekal yang sangat mencukupi, baik dari segi materi atau pengetahuan. Satu di antaranya dikirim ke kota Makkah, akan tetapi ia ragu untuk melangsungkan tugasnya ini. “Saya menemukan titik kesulitan dan keraguan dalam mengelabuhi umat Islam, karena Islam adalah kelompok yang berpegang teguh pada ajaran para Ulama’nya, sehingga sangat sulit sekali mencari cela untuk memalsukan sejarah Islam,” ungkapnya. Meskipun dia dipenuhi dengan keraguan, akhirnya ia tetap melanjutkan tugasnya.

 

Setelah sekian lama mencari titik terang, akhirnya ia menemukan obyeknya, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab. “Ia adalah seorang yang ambisius dalam mengedepankan pendapatnya, ia adalah sosok liberal, dia juga menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan hawa nafsunya, pun membantah pendapat-pendapat Ulama,” begitulah ungkapannya.

 

Berbagai macam pendekatan, bujukan dan rayuan ia lakukan untuk mendapat simpatis dari Muhammad bin Abdul Wahab. “Saya berharap engkau adalah orang yang memperbaharui Islam, karena engkau adalah satu-satunya orang yang diharapkan mampu menunjang Islam dari kemerosotan dan kesesatan saat ini,” bujuknya.

 

Dengan segenap bujukan dan rayuan, akhirnya Muhammad bin Abdul Wahab mengikuti apa pun intruksi utusan ini. Sampai ia  dipersilahkan tinggal bersamanya dengan kedok budak yang ia beli dari kota Bashroh, guna menjaga kecurigaan warga setempat.

 

Semakin hari, kedekatan antara keduanya semakin bertambah, hingga Mr. Hunfar, utusan Inggris ini berinisiatif untuk melangsungkan tugasnya.

Berikut tugas Mr. Hunfar:

1.    Mengkafirkan semua Muslim, menghalalkan darahnya, merusak akhlaknya dan menjual sebagian darinya ke tempat perbudakan.

 

2.    Menghancurkan Kakbah, melarang orang-orang muslim untuk haji, membunuh siapa saja yang memaksa untuk haji dengan berlandaskan bahwa perbuatan seperti ini adalah sesuai dengan mereka para penyembah berhala.

 

3.     Menyiapkan pasukan untuk menumpas habis Muslim dari segala penjuru dan kota Hijaz jadi sasaran utama.

 

4.    Menghancurkan kubah, kuburan, dan tempat-tempat yang dianggap bersejarah oleh umat Islam.

 

5.    Merubah al-Qur’an kemudian menyebarkannya.

 

Lima poin ini dihaturkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, maka dengan sigap Muhammad bin Abdul Wahhab mengiyakannya.

 

Demi kelangsungan poin-poin itu, ia bekerja sama dengan Muhammad bin Saud. Dimulai dari mengumpulkan pasukan hingga melakukan penyerangan. Setelah semua tersedia, ia bergegas mengirim pasukannya ke Thaif, hingga akhirnya ia berhasil menguasai kota Thaif dengan cara yang sangat sadis.

 

Mereka membabi buta, membunuh laki-laki dan perempuan, tua, muda, anak-anak bahkan bayi yang masih menyusu. Berkat dukungan dan bantuan Hijaz bagian timur, yaitu raja Muhammad bin Saud raja ad-Dir'iyah. Mereka usir semua anggota rumah-rumah yang berada di Thaif, pun mereka yang sedang beribadah menghadap sang Ilahi, mereka hempaskan tanpa sisa. Mereka rampas semua harta kekayaan penduduk Thaif. Begitu pun macam-macam kitab yang tidak sesuai dengan pemikirannya juga ia musnahkan, tidak lagi dimuliakan hingga bertaburan di seluruh penghujung jalan.

 

Setelah mereka meringkus habis kota Thaif dengan kekuatan yang mereka miliki, kemudian mereka memperluas kekuasannya ke beberapa kota, seperti Mekkah, Madinah, Jeddah dan kota-kota lainnya.

 

Hingga akhirnya Sultan Mahmud Khan II turun tangan memerintahkan Raja Mesir Muhammad Ali Basya untuk membendung gerakan Wahabi ini. Dengan kekuatan pasukan dan kegigihan Raja Muhammad Ali Basya, akhirnya mereka dapat kembali mengambil alih kota Thaif, Mekkah, Madinah dan Jeddah dari kekuasaan golongan Wahabi.

 

Begitulah tersebarnya pemikiran Wahabi, mereka menyebarkan pola fikir mereka dengan kekerasan dan penumpahan darah.

 

Sebagian kalangan tidak menyukai istilah Wahabi dan lebih menyukai istilah Salafi. Salah satu alasannya, penamaan dakwah yang diemban Muhammad dengan nama Wahhabiyah yang dinisbatkan kepadanya adalah penisbatan yang keliru dari sisi bahasa, karena ayahnya tidak menyebarkan dakwah ini.

 

Namun, mengklaim mazhab baru dengan nama Salafiyah atau Salafi, merupakan bentuk fanatisme (ta'ashshub), serta tidak masuk kategori ittiba' (mengikuti) seperti yang diharapkan. Dengan ujaran lain, ittiba' salaf merupakan inti agama, dan dasar yang ditetapkan Sunnah Rasulullah saw. Sedangkan pengklaiman terhadap mazhab Salafi merupakan bentuk bid'ah yang tidak diridhai Allah dan juga bentuk penyelewengan terhadap sesuatu yang tidak ada dasarnya dalam sejarah.

 

Dari kurun waktu pertama yang diberkahi dalam agama Islam, tidak ada mazhab dalam kelompok umat Islam yang diberi nama dengan “Mazhab Salafi” atau Mazhab Salaf”.

 

Dalam catatan sejrah, awal mula golongan ini tersebar di Indonesia adalah di kota Sumatera pada tahun 1803 M dibawa oleh orang haji kala itu yang telah terhasut oleh pemikiran Wahabi di kota Makkah. Maka hendaknya kita saling menjaga jalan hidup kita satu sama lain agar kita dan juga saudara-saudara kita tidak sampai terjerumus dalam manhaj yang tidak sesuai dengan salafusshalih.

 

Refrensi:

    Syeikh Muhammad Faqih Maskumambang, An-Nushus al-Islamiyah.

    Ahmad Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah.

    Ahmad Zaini Dahlan, Umara' al-Balad al-Haram.

    Ahmad Zaini Dahlan, Ad-Durrah as-Saniyah.

    Ibid.

    Ali Miqdadi, Kasyful Khofa'.

    Sulaiman bin Abdul Wahhab, As-Showaiq al-Ilahiyah.

    Mr. hunfar, Mudtakirot Mr. Hunfar.


Posting Komentar

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search