Jumat, 24 September 2021

CERPEN (Ayah, Penghapus Gerbang Kebodohan )

Oleh | Gilang Fazlurrahman

Mahasiswa tingkat 2 Fak. Ushuluddin – Universitas Imam Syafi’i, Mukalla, Hadhramaut, Yaman.


 

Nafashadhramaut.id Seketika, semua pandangan tertuju kepada Pak guru. Ia bilang, ‘’Kesuksesan itu bisa dicapai dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dengan terus-menerus, walaupun ia tak memiliki bakat di bidang tersebut.''


''Bagaimana bisa seperti itu, Pak?'' komentarku spontan kepada Pak guru. ''Karena bakat hanya membantu kita 1% saja, sedangkan 99%nya lagi adalah kerja keras dan doa kita yang tak pernah putus, dan tak akan ada yang bisa menggantikan kerja kerasnya seseorang,'' jawabnya dengan sedikit meyakinkanku.


 Sejak kecil (kelas 3 SD), aku sama sekali tak suka dengan dunia literasi, apalagi berbaur dengan dunia sastra. Walaupun banyak dari teman-temanku yang les sastra kepada Ibuku di rumah, jika sudah musim lomba tiba, seperti: lomba cipta cerpen, cipta puisi dan calistung. Saat kecil, aku bisa dikatakan  sebagai orang yang malas membaca, walaupun buku-buku berserakan di sekelilingku. Aku tak pernah tertarik sedikit pun. Menyentuhnya saja tidak sama sekali. Kala itu, yang terlintas dalam pikiranku hanya satu: ''Membaca adalah suatu kegiatan yang membosankan''.


Kala itu, kegiatanku setiap hari hanya  bermain bola. Aku bertekad bagaimana agar bisa menjadi pemain bola Persib Bandung. Hal ini tak jauh karena aku sering mengunjungi kota itu ketika Ayah masih bekerja di sana. Pada suatu hari, aku pernah kebablasan bermain bola, hingga lupa waktu salat magrib dan mandi. Ibuku jengkel, ia berkata padaku dengan nada tinggi, ''Mulai besok setelah pulang dari sekolah, kamu wajib di kamar, enggak boleh keluar rumah.''


Ibu menyuruhku agar berhenti dari sepak bola. Aku taati perintah Ibu, ia mengunciku di dalam kamar. Ibu mengadukan hal ini kepada Ayah lewat telepon genggamnya, ternyata Ayah merespons dengan baik atas tindakan yang diambil oleh Ibu. Dengan nada lirih, ia bilang kepada Ayah, ''Ibu sudah putus asa, Ya. Satu-satunya cara untuk menghilangkan kecanduannya dari sepak bola adalah dengan menguncinya di kamar, agar ia tak bisa keluar rumah.''


''Iya, Bu, enggak apa-apa, biar ia jera dan tak mengulanginya lagi,'' jawab Ayah dengan penuh harapan. Ia berpesan untukku, ''Main bola seperlunya saja dan jangan dijadikan sebagai cita-cita.''


Hingga akhirnya aku merasa jenuh di dalam kamar, kegiatanku hanya berkhayal dan berkhayal, hingga berkhayal ingin menjadi orang sukses tanpa harus berusaha. Spontan aku mengomentari khayalanku sendiri, ''Mustahil itu semua akan terjadi.'' ‘Mungkin ini dampak dari kebanyakan nonton sinetron, yang penuh dengan khayalan’, tegurku dalam hati. Oh, iya, kamar yang aku tempati adalah milik kakakku, tapi ia sedang mondok di Mantingan, Ngawi, Jawa Timur. Selama ia tidak ada di rumah, akulah yang menempatinya. Di dalam kamarnya, banyak sekali buku-buku bacaan. Entah itu majalah, novel ataupun buku ilmiah. Aku mencoba mengambil salah satu buku milik kakakku yang berjudul Laskar Pelangi. Setelah beberapa halaman membacanya, aku merasa jenuh, aku letakan kembali ke tempatnya. ''Sudah jenuh malah di tambah jenuh lagi,'' keluhku dalam hati. Aku mencoba menenangkan diri dari kejenuhan dengan diam.


Setelah beberapa tahun Ayah kerja di Bandung, akhirnya ia memutuskan untuk pindah tempat kerja yang menurutnya terjangkau dan tak terlalu jauh dari rumah dengan alasan: ingin dekat dengan keluarga, juga karena aku mempunyai adik baru. Ibu merasa sedikit kewalahan, jika ia harus mengurusiku dan adiku. Dulu Ayah membutuhkan waktu satu atau dua bulan untuk bertemu keluarga, tapi sekarang ia bisa setiap hari bertemu. Ayah adalah salah satu alasan kenapa aku jatuh cinta kepada dunia literasi. Ia selalu memaksaku untuk membaca buku. Bahkan, ia tak akan memberiku uang jajan begitu saja kecuali aku sudah membaca buku, meskipun hanya 3-4 halaman.


Di tengah kesibukannya melayani pasien, Ia tetap memperhatikanku, ia menyuruhku untuk membaca buku. Sesekali ia menanyakanku tentang apa yang ada dalam buku tersebut, atau terkadang ia menyuruhku untuk mengungkapkan isi dari apa yang telah aku baca. Kegiatan ini terus menerus dilakukan, dan hampir setiap hari. Dari kebiasaan inilah muncul rasa nyaman, lalu cinta pada membaca, hingga belajar menulis. 


          Sesekali Ayah bercerita kepadaku bagaimana perjuangannya dulu ketika masa muda. Dengan penuh keseriusan ia berkata, ''Nak, kamu harus banyak bersyukur. Keadaanmu sekarang tak seperti Ayah dulu. Dulu, Ayah harus rela berjalan kaki sejauh 2 kilo meter untuk menuju sekolah. Ayah tak pernah meminta uang jajan, bahkan Ayah dulu dipaksa umi harus putus sekolah pasca meninggalnya bapak, karena tak ada biaya. Ayah juga harus mengubur cita-cita mulia Ayah untuk meneruskan pendidikan ke Gontor.'' Lalu ia diam sejenak. Tak terasa linangan air mata bersimbah di kedua pipiku. Ia meneruskan kembali perkataannya, ''Walaupun banyak rintangan, Ayah tetap semangat belajar, bahkan Ayah tak pernah absen menjadi juara kelas,'' ucap lelaki itu, yang  ingin memberiku motivasi. Dan di akhir katanya ia berpesan, ''Kamu harus jadi orang besar, dan orang besar membutuhkan banyak ilmu. Salah satu caranya, kamu harus banyak membaca buku dan belajar menulis.'' Begitulah ucapnya dengan nada sedikit meringik.


       Baginya, ''Buku adalah jendela ilmu pengetahuan, membaca adalah kegiatan yang bisa menghapus kebodohan''. Ayah adalah orang yang mendongkrak semangatku dalam dunia kepenulisan. Ia berkata kepadaku, ''Seorang penulis mempunyai peran yang strategis dalam membangun peradaban. Seorang penulis dituntut untuk selalu membaca. Kualitas tulisan ditentukan dari luas bacaannya. Membaca adalah peluru untuk menulis. Bagaimana ia ingin menembak, jika tak memiliki peluru? Indikatornya sederhana, penulis yang baik akan semakin haus ilmu dan pengetahuan.'' Inilah kisah awal (saat SD) aku menyukai dunia literasi dan sastra. Ayahlah yang menjadi jembatannya. Berawal dari paksaan dan kebiasaan yang kontinu untuk selalu membaca, lalu belajar menulis, hingga akhirnya jatuh cinta kepada dunia literasi dan sastra.[]

 


  1. 1xbet korean football rules | legalbet
    1XBET is a betting site 1xbet зеркало that offers one game every week. The website gives you odds for many leagues and competitions in different leagues for betting and betting

    BalasHapus

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search