Oleh | Muhammad
Mudzakir
Penerjemah |
Muhammad Ali Fikri
Keduanya
merupakan mahasiswa tingkat 4 Fak. Ushuluddin – Universitas Imam Syafi’i,
Mukalla, Hadhramaut, Yaman.
Nafashadhramaut.id | Dalam agama
Islam, dalam pembagian warisan lebih tepatnya, seorang laki-laki mendapatkan
dua kali lipat dari apa yang didapatkan seorang perempuan. Nah, apakah ini
adalah keadilan yang diakui oleh umat Islam? Keadilan yang sering dielu-elukan
umat beragama? Berikut ulasannya:
Sesungguhnya seorang
perempuan pada masa Jahiliah tidak mendapatkan warisan. Bahkan, merekalah yang
diwariskan seperti barang.
Apabila seorang
suami meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri, ayah sang suami atau
saudaranya, atau siapa pun yang akan mewarisi harta suaminya dari kaum Adam,
bahkan walaupun dia adalah anak sang suami yang meninggal, akan mendatanginya,
lantas melemparkan bajunya kepada mantan istri mayit, maka dia akan jadi
miliknya dengan cara demikian.
Hingga
datanglah agama Islam mengharamkan kebiasaan buruk ini. Allah Swt. berfirman,
(
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا )
"Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa." QS. An-Nisaa: 19.
Maka Islam
menghapuskan kebiasaan buruk ini. Bahkan memberi kaum hawa bagian (tertentu) di
dalam warisan.
Sesungguhnya
upaya memberikan bagian kepada perempuan di dalam warisan menurut agama Islam
adalah bentuk memuliakannya. Karena seorang perempuan di dalam Islam tidak
dituntut untuk menafkahi, meskipun untuk menafkahi dirinya sendiri. Baik dia
adalah seorang ibu, istri, anak, atau saudara (pr). Maka di seluruh keadaan,
wali perempuan tersebut diwajibkan untuk menafkahinya, meskipun perempuan itu
kaya.
Coba kita
buktikan, bagaimana penghitungan warisan perempuan yang lebih sedikit daripada
laki-laki yang mendapatkan dua kali lipat bagian perempuan:
Jika Anda
diminta untuk memilih antara diberi emas 2 kg dan emas 1 kg, mana yang Anda
pilih? Tentu Anda akan memilih emas 2 kg bukan? Kenapa? Ya. Karena 2 kg lebih
banyak daripada 1 kg. Simpel, kan?
Akan tetapi,
jika kita 'sedikit' kita rubah pilihan tersebut, seperti ini: jika Anda memilih
emas 1 kg, maka emas itu akan menjadi milik Anda, dan setelah itu terserah Anda mau diapakan emas tersebut. Akan tetapi,
jika Anda memilih emas 2 kg, maka Anda harus membagikannya kepada orang lain.
Anda tidak memiliki semuanya.
Nah, sekarang
mana yang akan Anda pilih? Tentu saja emas 1 kg, bukan? Karena memang meskipun
lebih sedikit, tapi Anda bebas menggunakan emas 1 kg itu. Berbeda dengan emas 2
kg, Anda masih dituntut untuk membagikan sebagian emas tersebut.
Itulah alasan
kenapa seorang laki-laki mendapatkan warisan lebih banyak dari perempuan.
Karena mereka memiliki tanggungan yang wajib dia penuhi.
Seorang
laki-laki menanggung nafkah istrinya, dari mahar, menyiapkan tempat tinggal,
membiayai keluarga dan anak-anaknya dan sebagainya.
Adapun apabila
ada seorang istri yang membantu suami untuk menafkahi anak-anak mereka, maka
itu adalah hal yang baik dan terpuji. Karena itu termasuk dari saling
tolong-menolong atas kebaikan. Akan tetapi, itu tidak wajib bagi mereka, para
istri.
Allah Swt.
berfirman,
(
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا )
"Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya." QS. An-Nisaa: 4.
Mahar adalah
haknya perempuan. Terserah dia mau menggunakannya untuk apa saja. Dia juga
tidak diwajibkan untuk membantu suami atau keluarganya dalam menanggung biaya
pernikahan mereka. Tidak ada seorang pun dari walinya yang berhak untuk
mengambil maharnya, meskipun dia adalah ayah, saudara, paman, atau kakeknya.
Seorang
perempuan di dalam Islam memiliki tanggungannya sendiri. Tak ada seorang pun
yang boleh berwasiat kepadanya. Namun, dia boleh menyedekahi suaminya yang
miskin dengan keinginannya sendiri. Dengan ini dia mendapatkan dua pahala.
Pahala sedekah dan pahala menyambung silaturahim.
Adapun seorang
laki-laki, dia tidak boleh menyedekahi istrinya, karena dia 'wajib'
menafkahinya, memberikannya makanan seperti apa yang dia makan, membelikannya
pakaian seperti apa yang dia pakai. Maka dia tidak boleh mengkhususkan dirinya
sendiri dengan yang baik-baik dari makanan, minuman, pakaian tanpa memberinya
(istri), meskipun dia kaya.
Adapun istri,
dia tidak wajib melakukan semua itu, bahkan dia diperbolehkan mengkhususkan
dirinya sendiri semaunya dia.
Ditambah dengan
itu semua, karena seorang laki-laki dituntut lebih banyak untuk mencari ilmu,
berdakwah dan berjihad di jalan Allah daripada seorang perempuan. Dan inilah
yang membuat seorang laki-laki lebih membutuhkan uang yang lebih banyak dari
perempuan.
Semoga dapat
dipahami dan bermanfaat. Aamiin.
Wallahu a'lam
bisshowab.
*Artikel ini
adalah teks terjemahan pidato yang diikutsertakan dalam perlombaan pidato
se-Universitas Imam Syafi'i, Mukalla, Hadhramaut, Yaman, dan meraih juara 2.
**Rabu, 29
Jumadil Ula 1442 H / 13 Januari 2021
Posting Komentar