Oleh
| Muhammad Mufti Nawawi
Mahasiswa
tingkat 2 Fak. Syariah – Universitas Imam Syafi’i, Mukalla, Hadhramaut, Yaman.
Nafashadhramaut.id | "Tong,
yu paham kitab ni dari mane?" tukas seorang pelajar asal betawi yang baru menyelesaikan
masa belajarnya di Yaman kepada seorang pemuda yang sedang membuka kajian ilmu
di sebuah masjid. Lalu ia menjawab dengan jawaban yang ringkas dan padat,
"Ane Paham kitab ini dari syekh google, Mas."
"Lah,
yu kagak belajar ke ulama-ulama kite? di Jakarte bejibun tong ulamanye, dari
kalangan habaib dan kiai yang buka majelisan, kajian ilmu dan khataman kitab
yang udah jelas-jelas sanad keilmuannya!" teguran dari dia agar ingin
mencari ilmu yang bersanad kepada para ulama.
Fenomenal
seperti ini begitu banyak kejadiannya. Tak bisa dipungkiri lagi, khususnya di
negara republik Indonesia tercinta, begitu banyak terjadi sebuah perdebatan
antara orang yang memiliki ilmu dengan rantai guru yang jelas bersambung kepada
sumber ilmu yaitu; Rasulullah saw. dengan orang yang tidak pernah belajar, bertalaqqi
kepada seorang kiai, untuk duduk bersimpuh di hadapannya agar mendapatkan
setetes ilmu dari mulutnya.
Namun,
masyarakat era sekarang jarang sekali yang peduli terhadap latar belakang
sebuah pendidikan serta sanad keilmuan dari para tokoh yang mereka idolakan. Yang
terpenting menurut mereka adalah seluruh yang disampaikan sang idola, lalu ia
mendapatkan sebuah keserasian dengan hatinya dan keinginannya, maka itu
dianggap sebagai sebuah kebenaran.
Mengikuti
seseorang tanpa mengetahui tentang guru-gurunya dan ke siapa saja ia
mengambilnya, maka ia akan berfatwa semaunya, lalu jika dimasukkan ke dalam
laboratorium syari'at, ternyata ucapan dan fatwanya sangat melenceng jauh,
bahkan bertentangan dengan syari'at Islam.
Sanad
sebagaimana dalam kalam al-Habib Abu Bakar al-'Adni bin Ali al-Mashur ketika
menjelaskan tentang sebuah sanad yang menjadi sebuah pegangan salafussholih,
khususnya ulama Hadhramaut dalam mengambil ilmu,
السند هو أن تكون مرتبطا بالشيخ والشيخ الذي قبله هكذا يرتبط بالشيخ إلى سيد الشيوخ صلى الله عليه و آله و سلم.
"Sanad
yaitu engkau mempunyai hubungan ilmu dengan seorang syekh, dan syekh itu pun
mempunyai hubungan ilmu dengan syekhnya, sampai hubungan ilmu mencapai kepada
tuannya para syekh-syekh yaitu Rasulullah saw."
Imam
Abu Ali al-Jayyani seorang ulama yang hidup pada tahun 427-498 H ini telah
berkata tentang tiga hal yang Allah Swt. khususkan bagi umat Nabi Muhammad saw.
yaitu,
خص الله تعالى هذه الأمة بثلاثة أشياء لم يعطها من قبلها من الأمم : الإسناد و الأنساب و الإعراب.
"Allah
Swt. telah mengkhususkan bagi umat ini dengan tiga sesuatu, yang mana Allah
Swt. tidak memberikannya ke umat-umat sebelumnya, yaitu; sanad, nasab keturunan
dan i'rob dalam bahasa Arab."
Sebagaimana
cinta yang harus saling mengikat dan saling memahami, begitu pula sebuah sanad
ilmu yang menjadi sebuah rantai yang kuat, tali yang erat, tuk menghubungkan
ilmu ulama-ulama zaman sekarang dengan para ulama-ulama pendahulu yang lurus,
sambung-menyambung hingga ke sumber mata air seluruh ilmu, yaitu Rasulullah saw.
Dalam buku Risalah Ahli Sunnah wal jamaah, KH.
Hasyim Asy’ari pernah mengatakan, “Harus berhati-hati dalam mengambil ilmu
(agama). Tidak boleh mengambilnya dari orang yang bukan ahlinya.”
Ini
sebuah peringatan dari KH. Hasyim Asy’ari agar berwaspada dalam mengambil dan
bertalaqqi dalam sebuah ilmu agama. Dahulu kala tatkala ada sebuah
problematika yang terjadi di kalangan masyarakat, maka mereka selalu merujuk
kepada pendapat ulama salafussholih, terutama yang tercantum dalam
kitab-kitab yang telah dianggap keabsahannya di kalangan warga Ahlus Sunnah wal
Jamaah.
Karena
mereka telah berijtihad dengan mengerahkan segenap ilmu pengetahuan dan
pikirannya dalam memahami ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits, hingga menjadi suatu Ijma’
(kesepakatan di antara para ulama).
Selanjutnya,
KH. Hasyim Asy’ari juga menukil dari Imam Ibnu Asakir yang meriwayatkan bahwa
Imam Malik r.a. berkata,
لا تحمل العلم عن أهل البدع، ولا تحمله عمن لا يعرف بالطلب، ولا عمن يكذب في حديث الناس وإن كان لا يكذب في حديث رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم
“Jangan mengambil ilmu dari pelaku bid’ah.
Jangan mengambilnya dari orang yang tidak diketahui siapa gurunya dan jangan
mengambilnya dari orang yang berdusta tentang perkataan yang bersumber dari
manusia, sekalipun tidak berdusta tentang ucapan dari Rasulullah saw.”
Namun
di zaman sekarang, begitu banyak orang yang lebih condong dalam hidup praktis
nan instan, bahkan terhadap hukum agama sekalipun. Mereka ingin hukum serba
instan, tak diketahui sumber kitab yang menerangi hukum tersebut. Dan akhirnya,
syekh google yang menjadi andalannya, orang yang tidak bersanad menjadi
rujukannya.
Imam
Abdullah bin Mubarok r.a. telah berkata tentang pentingnya sebuah sanad dalam
agama Islam,
الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
"Sanad
itu termasuk dari agama. Jikalau tanpa sebuah sanad, pasti siapa pun orangnya
akan berbicara semaunya."
Memang
di zaman ini hanya sebagian kalangan manusia yang ingin menuntut ilmu ke suatu
tempat yang banyak para ulama, seperti: Yaman, Mesir dan India. Maka jalan
keluarnya adalah membuka You Tube dan mendengarkan ceramah dari para ulama yang
benar-benar sesuai dengan kriteria syariat, yaitu tokoh yang menguasai ilmu
agama secara mendalam, selalu mengamalkannya dan pula selalu mengajak umat
untuk kembali kepada Allah Swt. dan meneladani Rasulullah saw.
Seperti
para ulama Indonesia dari kalangan kiai dan habaib, ulama Hadhramaut atau para
keturunan Rasulullah saw. (ahlul bait) yang telah diketahui kualitas ilmunya.
al-Habib
Munzir bin Fuad al-Musawa pendiri MR (Majelis Rasulullah) pernah mengatakan,
"Maka
siapa pun boleh saja mengambil ilmu dari siapa saja yang ia inginkan untuk
belajar dari siapa pun dan dari apa pun bahkan. Namun untuk ilmu Syariah dan
ilmu-ilmu yang mendekatkan dirinya kepada Allah, mestilah ia mempelajarinya
dari para ulama yang sholeh yang mempunyai sanad, yang mempunyai rantai
keguruan kepada Rasulullah saw. Dan itulah tuntunan ilmu yang sempurna."
Imam
Sufyan ats-Tsauri memberi sebuah gambaran akan pentingnya sebuah sanad,
الإسناد سلاح المؤمن إذا لم يكن معه سلاح فبأي شيء يقاتل؟
"Sanad
bagaikan sebuah senjata bagi seorang mukmin. Jikalau ia tidak memiliki sebuah
senjata, maka ia akan berperang dengan apa?"
Begitu
banyak cerita para ulama Islam yang mengorbankan jiwa dan raganya untuk mencari
sebuah sanad ilmu, khususnya dalam bidang hadits Nabi Muhammad saw. Maka mereka
sangat berhati-hati dalam mengambil hadits Nabi, dan tidak sembarang menukilnya
sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Bukhari dan imam Muslim radhiyaallahu
‘anhuma.
Wallahu
a'lam
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد
Mukalla,
2 Juni 2021 M / 21 Syawal 1442 H
Posting Komentar