Oleh | Ali Rahman bin Saniwi
Mahasiswa tingkat 2 Fak. Syariah – Universitas Imam
Syafi’i, Mukalla, Hadhramaut, Yaman.
Nafashadhramaut.id | Di antara syi'ar Allah Swt. di dalam al-Qur'an ialah
berkurban. Dalam hal ini, umat Islam yang berkurban dianjurkan untuk mencicipi
daging yang ia kurbankan. Karena, masyarakat pada zaman Jahiliah menolak
mencicipi hewan yang mereka kurbankan dengan alasan mereka merasa lebih tinggi
kedudukannya dari orang fakir miskin.
Oleh karenanya, Allah Swt. memerintahkan kaum muslimin
untuk mengonsumsi hewan yang mereka kurbankan. Dengan tujuan: mendeportasikan
umat dari kelakuan orang kafir, lalu sebagai bentuk unjuk rasa demi mengimbangi
kaum fakir dan menimbulkan rasa rendah hati (tawadhu’).
Pada hari raya idul Adha, ada sebuah masalah yang sering
terjadi mengenai hewan kurban. Sebagian orang muslim menunaikannya tanpa terikat
dengan kewajiban, seperti: menazari daging kurban. Karena tak wajib hukumnya
bernazar bahwa dia akan berkurban.
Lalu sebagian orang mengaitkan kurban tersebut dengan
nazar. Sehingga, bilamana daging sudah dibagikan, dan dibakar menjadi sate, apakah
boleh bagi orang yang bernazar mencicipi daging yang sudah dijadikan sate oleh
fakir miskin? Apakah hukumnya sunah juga layaknya hewan yang tak dinazari?
Di dalam madzhab Imam Syafi'i rahimahullahu ta'ala,
bahwa memakan hewan kurban itu disunahkan, sedangkan memberikan dagingnya ialah
kewajiban. Beda hukumnya bila daging kurbannya dinazari, maka tidak
diperbolehkan memakan daging tersebut.
Hal ini diperkuat oleh nas yang termaktub di dalam kitab Hasyiyah
at-Tirmisi karangan Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at-Tirmisi,
(ولا يجوز له التصرف فيها أي في تلك المنذورة للأضحية أو المعينة لها.)
"Tidak boleh berbuat apa pun pada hewan kurban yang
sudah dinazari ataupun yang sudah ditentukan untuk nazarnya."
Dalam kitab Busyrol Karim diperjelas juga:
(ويتصدق حتما بجميع المنذورة والمعينة في نذر والمجعولة حتى نحو جلدها)
Al-Hasil, maksud dari nas tersebut adalah hukum menyedekahkan
seluruh hewan kurban yang dinazari adalah wajib, meskipun itu kulitnya. Orang
fakir memiliki hak atas seluruh hewan kurban yang diberikan padanya. Akan
tetapi, ia tidak memiliki hak sedikit pun dalam daging yang sudah ditentukan (al-Mu’ayyanah).
Kesimpulan :
Sate yang dibuat tersebut adalah hak milik fakir miskin,
dan tidak boleh bagi orang yang bernazar untuk mencicipinya. Karena, daging
yang sudah dinazari ialah hak milik orang yang diberikan, baik itu daging
seluruhnya atau daging yang telah ditentukan dalam nazar.
Wallahu a'lam.
________________________
Referensi :
• Hasyiah Turmusi, juz 6, hal : , cet. Dar Al-Minhaj,
karya Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at-Tirmisi.
• Busyrol Karim, Hal : 590, Cet. Dar Al Fikr, karya Syekh
Sa'id bin Muhammad Ba'asyin.
Posting Komentar