Oleh | Subhan
Fauzi
Mahasiswa
tingkat 2 Fak. Syariah – Universitas Imam Syafi’i, Mukalla, Hadhramaut, Yaman.
Nafashadhramaut.id | Cahaya sudah
tidak terlihat kembali saat ini. Ketika kita melihat kehidupan dengan teropong
atau dengan alat pembesar, kita akan melihat kehidupan manusia yang begitu
rumit. Karena terlalu rumitnya sampai-sampai kehidupan itu keluar dari
porosnya.
Sudah tidak
bisa dimengerti memang kehidupan ini. Dahulu ketika kita masih kecil, dan
sering berbuat kesalahan terhadap orang tua, bahkan terjadi seperti sebuah
drama ketika kita membuat mereka marah atau jengkel terhadap kita. Memang, dulu
ketika berbuat nakal terhadap ibu hingga membuatnya marah besar terhadap kita,
kita merasa ibu tidak lagi sayang kepada kita. Lalu kita pergi keluar rumah
dengan linangan air mata.
Sebenarnya,
ketika seorang ibu sedang marah, ia hanya membiarkan kita pergi dan menutup
pintu rapat-rapat. Tinggallah kita berada di luar rumah. Kehujanan dan tidak
tahu mau ke mana untuk berteduh. Lalu kita kembali mendekati rumah dan duduk di
depan pintu sambil merenungi apa yang terjadi.
Di sana, kita
mengingat kembali bagaimana kasih sayang ibu terhadap kita. Betapa perhatiannya
ia terhadap makanan kita. Betapa cemasnya ia ketika kita sakit. Betapa hangat
pelukannya saat kita ketakutan.
Kemudian kita
mulai memanggil-manggil nama ibu yang diiringi dengan tangisan yang lirih,
penuh penyesalan yang perih.
Mendengar
rintihan itu, ibu pun membuka pintu. Tiba-tiba saja amarahnya berubah menjadi rasa
kasihan dengan kondisi kita yang kehujanan. Ia segera memeluk dan membawa kita
ke dalam rumah. Lalu memandikan kita, menggantikan pakaian, dan menyelimuti
kita dengan kehangatan.
Sambil menangis
ibu berkata, "Anakku, ke mana kamu akan pergi meninggalkanku? Selain aku,
siapa yang akan menampungmu? Bukankah sudah kukatakan kepadamu, jangan
melanggar perkataanku, dan jangan memaksaku untuk melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kasih sayang yang kumiliki serta keinginanku untuk memberi
yang terbaik kepadamu karena pendurhakaanmu kepadaku."
Dari kisah
seorang ibu dan anak kecil tadi, kita bisa memperhatikan dari kata sang ibu:
"Jangan memaksaku untuk melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan sifat kasih sayang yang aku miliki karena
pendurhakaanmu."
Kita dapat
menyimpulkan, jika seorang hamba membuat Allah Swt. murka dengan melakukan
maksiat, berarti pelanggaran itulah yang mendorong Allah untuk tidak memberikan
rahmat dan kasih sayang-Nya terhadap seorang hamba yang bermaksiat. Jika dia
bertobat kepada-Nya, Itu pertanda bahwa dia telah melakukan sesuatu yang
membuat Tuhan akan berbuat baik terhadapnya. Memang itulah hakikat sifat dari
Allah Swt.
Kutipan kisah
tersebut menandakan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Akan tetapi,
kasih sayang Allah kepada kita melebihi kasih sayang ibu kepada kita. Coba
simak sabda Rasulullah saw.:
"Kasih
sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya lebih besar daripada kasih sayang seorang
ibu kepada anaknya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Bayangkan saja,
semua yang ada di dalam tubuh kita itu ciptaan Allah. Semua harta yang kita
sayangi adalah milik-Nya. Semua orang yang kita sayangi adalah hamba-Nya.
Bahkan langit dan bumi yang mana tempat kita hidup itu merupakan kekuasaan-Nya.
Anehnya, banyak
manusia yang sudah diberi kenikmatan oleh Allah justru berbuat dosa di
hadapan-Nya. Bermaksiat di depan mata-Nya. Berbuat zalim di dalam dunia-Nya.
Sebenarnya, hamba yang bagaimana kita ini, jika kita yang sangat lemah ini
telah berbuat lancang terhadap-Nya.
Hanya saja
Tuhan Yang Maha Penyayang senantiasa memberikan kita kesempatan untuk meminta
maaf (bertobat) dan berbuat baik. Sebanyak apa pun dosa kita, tapi rahmat Allah
lebih besar daripada itu. Dengan syarat kita segera bertobat dan menyesali apa
yang sudah kita lakukan.
Hal ini senada
dengan firman Allah Swt.:
(
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِن بَعْدِ ذَٰلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِن بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ )
"Kemudian,
sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan
karena kebodohannya, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki
(dirinya), sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang." QS. An-Nahl: 119.
Posting Komentar