17 Agustus 2020 Mukalla, Hadhramaut, Yaman,
Disari dari "Api Sejarah" Karya Ahmad Mansur Suryanegara
Ditulis oleh : Tiyar Firdaus
Mahasiswa tingkat 4 Fak. Syariah – Universitas Imam Syaf’i, Mukalla, Hadhramaut, Yaman.
Nafashadhramaut.id | Generasi suatu bangsa akan kehilangan integritasnya ketika perjuangan
pendahulunya dihapuskan dalam catatan sejarah atau dilupakan oleh generasi
mudanya. Sebagaimana para Orientalis Barat mendesain sejarah Islam, Rasulullah
dan para Sahabat dalam bingkai "De-Islamisasi". Ini pun terjadi pada Ulama
dan Santri serta umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di tengah
mundurnya negara Imperialis akibat serangan dari umat Islam, maka didatangkanlah
para sarjana barat, seperti Snouck Hurgronje, J.H. Kern, dan J.L.A Brandes
untuk bertugas menuliskan dan memutar balikan fakta sejarah perjuangan umat
Islam.
Nusantara merupakan
kepulauan yang terpisah-pisah dari Sabang sampai Merauke ditambah wilayah
Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian kecil Filipina bagian selatan atau di
sebut sebagai kawasan Hindia-Timur. Semuanya dikendalikan oleh para Sultan
Kerajaan, seperti: Kerajaan Pasai, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, Kerajaan
Banten, dan lainnya.
Memasuki abad Ke-16 M, bangsa Portugis dan Spanyol memasuki Nusantara dan
merebut Malaka sebagai pusat niaga Islam di bawah kekuasaannya Afonso de
Albuquerque. Kemudian serangan balik yang dilancarkan oleh kesultanan Aceh dan
kesultanan Demak terhadap Kolonial guna menguasai kembali Malaka. Kemudian para
penjajah Lari ke selatan dan menguasai Sunda Kelapa, namun berhasil direbut
kembali oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Di lain tempat, mereka
menguasai Mataram, namun Sultan Babullah bisa merebutnya kembali dari tangan
Portugis, sehingga tahun 1527 M para Sultan beserta Ulama dan Santri mampu
mengusir Portugis dari tanah air.
Memasuki abad Ke-17 M, Imperialis Belanda dan Inggris menjajah tanah air
dan mendirikan Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dan East Indian Company
(EIC) pada tahun 1602 M. Para penjajah mengalami perlawanan sengit dari para
Ulama dan Santri, juga para Sultan: Sultan Hasanuddin Makassar, dan dari
Mataram Sultan Agung, begitu pun di Jawa dipimpin Pangeran Diponegoro, di
Sumatera ada Imam Bonjol memimpin perang Padri 1821-1837 M. Syekh Abdul Shomad al-Palembangi,
Syekh Arsyad al-Banjari, Syekh Muqoyyim dan Kyai Abbas di Cirebon, Habib Ali
Habsyi Kwitang di Jakarta, Habib Utsman bin Husein al-Aydrus dari Bandung, Kyai
Ahmad Sanusi dari Sukabumi, Syekh Syubki dikenal dengan "Ulama Bambu
Runcing", dan masih banyak lagi yang tak mungkin penulis menuliskan
semuanya di sini. Namun, bukti peninggalan makam para Ulama di setiap daerah
setempat, juga akan cerita setiap tokoh dari penduduk setempat yang tak
tercatat dalam catatan sejarawan di seluruh nusantara merupakan bukti kuat
sejarah pergerakan Ulama dalam menyebarkan Islam dan melawan penjajahan.
Menggeliatnya sistem politik Kristenisasi, politik Etis, dan Asosiasi yang
akibatnya menyengsarakan penduduk pribumi yang semakin tertindas, maka untuk
membangkitkan Politik Nasional sebagai perlawanan politik Belanda, Umar Said
Tjokrominoto (pada usia muda 30 Tahun) dan kawannya Haji Agus Salim meneruskan
Sjarikat Islam sebagai wadah umat Islam agar mau berorganisasi menggalang
persatuan dan kesatuan. Dari situlah umat Islam akan memiliki kekuatan, dan
hanya dengan kekuatan itulah akan memperoleh kemenangan. Dari kemenanganlah
kita akan mencapai kemerdekaan. Sehingga Sjarikat Islam berhasil membawa banyak
sekali masa pendukungnya, peran serta pergerakan Sjarikat Islam sangat
mempengaruhi dalam melawan penjajahan, bahkan ditakuti bangsa kolonial pada
waktu itu.
Untuk melemahkan perlawanan Ulama, Santri dan segenap umat Islam, serta usulan dari penasihat Belanda Snouck
Hurgronje, "Tidak satu pun yang dapat diperbuat untuk meredakan perlawanan
para Ulama kecuali sampai ditumpas sampai habis. Oleh karena itu, dirancanglah
Ruth Less Opperattion (Operasi pembantaian tanpa belas kasih)." Maka
didirikanlah sistem Politik Etis melalui perekonomian dengan diberlakukannya
"Tanam Paksa" pada tahun 1830 M – 1919 M. sehingga kelaparan melanda
umat Islam dan petani pribumi harus pergi meninggalkan keluarganya untuk kerja
paksa. Sebab dari lemahnya sebuah perekonomian bangsa, maka akan melemah pula
kekuatan dan persatuan penduduk negeri sehingga para Bupati dan Sultan banyak
mengadahkan tangannya guna memenuhi kebutuhan hidup dan gaji dari hasil
keringat para buruh kerja paksa pribumi dengan cara tunduk di bawah perintah
Belanda.
Untuk menjawab tantangan ini, para Ulama
bergerak membangkitkan perekonomian pribumi melalui pasar sebagai gerbang
kebangkitan nasional. Kemudian, Hadji Samanhoedi mendirikan Sjarikat Dagang Islam pada 16 Oktober 1905
dan Nahdhtotul Tujar tahun 1920 M. oleh KH. Wahab Hasbullah sebagai wadah
persatuan dan kesatuan dalam memperbaiki kondisi perekonomian pribumi lewat
perniagaan. Seharusnya kebangkitan Syarikat Dagang Islam atau pendirinya Hadji
Samhoedi sebagai pelopor kebangkitan Nasional dijadikan peringatan "Hari
Kebangkitan Nasional", sebab Sjarikat Dagang Islam merupakan awal
organisasi kebangkitan Nasional pada masa itu. Namun, sejarawan Barat mencantumkan
Hari Lahir Boedi Utomo lah yang dicantumkan pada Harkitnas 20 Mei 1908 M. jelas-jelas
dia orang yang menolak cita-cita persatuan Indonesia dan pro dengan penjajahan
Belanda, bahkan menghina Rasulullah lewat media cetaknya. Bagaimana mungkin dijuluki
"Bapak Kebangkitan Nasional"?
Didirikan pula Politik Etis melalui edukasi, melarang anak pribumi untuk
mengenyam bangku pendidikan, sebab jika generasi pribumi pandai dan cerdas,
maka penjajahan akan segera berakhir, dan Nusantara akan merdeka. Para Ulama
menjawab tantangan ini dengan memaksimalkan potensi pendidikan pesantren
sebagai basis persiapan masa depan bangsa, maka dari sinilah akan lahir
tokoh-tokoh penggerak nasional. Lahirlah tokoh nasionalis agamis KH. Ahmad
Dahlan jebolan pesantren dengan mendirikan organisasi Persyarikatan Muhammadiyah
18 November 1912 M. sebagai wadah yang
berperan mencerdaskan anak bangsa di tengah kebodohan akibat penjajahan,
melalui lembaga pendidikan di berbagai daerah, hingga luar pulau Jawa. Namun sayang, sejarah menulis bahwa julukan
"Bapak Pendidikan" bukan KH. Ahmad Dahlan, melainkan Ki Hadjar
Dewantara lewat lembaganya Taman Siswa yang lahir sepuluh tahun setelah
berdirinya Muhammadiyah (1922 M). Bagaimana mungkin dijuluki "Bapak
Pendidikan" sedangkan Ki Hadjar Dewantara lewat Taman Siswa memusuhi
pergerakan Muhammadiyah, sekaligus bonekanya Belanda?
Di tengah bercerainya umat Islam dan komunikasi hubungan antara Ulama
berjauhan, untuk membangkitkan sebuah persatuan Ulama maka didirikanlah
"Persyarikatan Oelama" oleh KH. Abdul Halim. Sehingga para Ulama bisa
terhimpun dalam sebuah organisasi demi terwujudnya nasionalisme dan kesadaran
bertanah air. Kemudian di tengah melebarnya permasalahan keagamaan dan simpang
siur politik Nasional, disertai runtuhnya Turki Utsmani menjadi negara sekuler,
dan merebaknya Wahabi, sebab lengsernya Raja Husein (berpaham Aswaja) sang
penguasa Arab oleh Ibnu Su'ud (Mertuanya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab,
pendiri Salafi Wahabi) yang mendapat sokongan langsung dari kerajaan Protestan
Anglikan Inggris, sehingga semuanya akan berpotensi buruk terhadap bangsa dan
agama.
Maka, Syekh Hasyim
Asy'ari mendirikan "Nahdhotul Ulama" pada 13 Januari 1926 M. sebagai
wadah kebangkitan para Ulama untuk meneguhkan Ajaran Ahlusunnah Wal
Jamaah dan membentengi umat dan bangsa dari paham Kristenisasi,
Sekulerisasi dan Liberalisasi sehingga bisa terjalin dan tertata secara rapi
pergerakan para Ulama. Para Ulama NU inilah yang kemudian hari akan menjadi
penggerak di setiap daerah masing-masing melawan penjajahan dan melindungi
tanah air. Sehingga meletusnya Resolusi Jihad Nahdhotul Ulama 22 Oktober 1945,
kemudian dilanjut Resolusi jihad 7 November 1945 yang dipelopori oleh para Ulama, Santri dan
kaum muslimin.
Di tengah
berkecamuknya Perang Dunia di barat, dan perak Asia Pasifik di timur. Dalam
situasi Belanda adalah musuh Jepang dalam Perang Dunia selain juga harus
berhadapan dengan Amerika, China, Inggris dan Australia. Kebetulan Belanda
sedang berbenturan dengan Indonesia, maka Jepang mengambil kesempatan dengan
mengadakan kerja sama antara Indonesia dan Jepang. Dari kerja sama inilah akan
lahir Tentara Pembela Tanah Air (Peta) dan Majelis 'Ala Islam Indonesia sebagai
persiapan kekuatan melawan Eropa dalam perang Dunia. Dari kerja sama baik
itulah Belanda mengalami kekalahan dan menyerah kepada bala tentara Indonesia
dan Dai Nippon 8 Maret 1942 M. dan menggulung tikarnya dari bumi pertiwi.
Bukan berarti penjajahan berakhir. Jepang, ketika mengalami kemunduran
akibat Perang Dunia, mereka menindas dan mengkhianati Indonesia dengan menjajah
penduduk pribumi. Maka para Ulama mengatasinya dengan mengoptimalkan sistem
yang sudah dibangun Jepang, yaitu Tentara Pembela Tanah Air, kemudian lahirlah
laskar Hizbullah. Dengan persatuan dan kesatuan umat Islam sehingga dapat
mengalahkan Jepang, di samping hancurnya Hirosima dan Nagasaki akibat perang
dunia II, maka lahirlah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Berkat
ketentuan langsung dari keturunan Rasulullah, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi
Kwitang, bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1445/ 9
Ramadhan 1364 H. Kemudian bendera sang saka Merah Putih juga dirancang oleh
Habib Idrus al-Jufri Palu, dan lagu kebangsaan kemerdekaan Indonesia dikarang
oleh Habib Husein Muthahar, Jakarta.
Dari sini kita belajar, bahwa para Ulama selalu berkiprah sesuai dengan
tantangan zamannya. Mereka tidak hanya memahami permasalahan agama, melainkan
juga permasalahan duniawi dan keilmuan umum, terutama sejarah. Sehingga bisa
membangun peradaban gemilang. Suatu generasi bangsa yang buta akan sejarah
pendahulunya, maka tunggulah kehancurannya di masa depan. Sebagaimana Bung
Karno berkata, "Berapa banyak Ulama memahami hadits, Qur'an dan fikih,
namun kurang memahami sejarah, sekalipun tahu, hanya tahu debu sejarahnya,
bukan api sejarahnya. Kesempatan inilah diambil Belanda guna mengabadikan
penjajahannya."
Maka wajib bagi
suatu generasi muda bangsa memahami pergerakan dan perjuangan pendahulunya,
dengan harapan bisa meneruskan perjuangan pendiri bangsa menuju ke arah yang
lebih baik.
Wa Allahu 'alam.
Posting Komentar