*Oleh| Sibt Umar*
"Jika ada yang
ngaku-ngaku bisa melihat Rasulullah secara kasat mata (yaqdah), maka
ketahuilah, sungguh ia telah berdusta!!"
Nafashadhramaut.id | Petikan kalimat
yang terucap dari salah seorang yang dianggap sebagai dai (ustadz). Kalimat
yang menjadi upaya untuk memecah belah umat, serta mencuci otak mereka agar
membenci ulama, khususnya para ulama dan habaib yang dikaruniakan oleh Allah
swt. berupa; memandang Rasulullah saw. secara kasat mata.
Lantas, apakah
mungkin salah seorang dari kita dapat melihat Rasulullah saw. secara kasat
mata?
Hal pertama yang
wajib diketahui ialah; kemampuan memandang Rasulullah saw. secara kasat mata
(yaqdah) ialah karunia yang dimiliki oleh Allah swt. Maka Allah swt. dengan
sifat Iradah (keinginanNya) bebas untuk memberikan kemampuan tersebut kepada
hamba yang dikehendakiNya.
Allah swt.
berfirman,
يَخْتَصُّ
بِرَحْمَتِهِ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Allah menentukan rahmat-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Ali-Imran: 74).
Kemudian, memandang Rasulullah saw. secara kasat
mata bukanlah hal yang asing di kalangan orang-orang yang hatinya dipenuhi
cinta dan rindu kepada Rasulullah saw.
Maka seseorang yang ingkar akan hal tersebut, masih
perlu mengintrospeksi hatinya terlebih dahulu; akankah kerinduan kepada
Rasulullah saw. masih bersemayam di hatinya?
Riwayat yang menguatkan bahwa melihat Rasulullah saw.
secara kasat mata bukanlah termasuk khurafat atau dongeng belaka,
أن عبد الله بن عباس رأى
النبي في النوم فتذكر هذا الحديث وبقي يفكر فيه ثم دخل على بعض أزواج النبي
(ميمونة) فقص عليها قصته فقامت وأخرجت له مرآته صلى الله عليه وسلم، قال : فنظرت
في المرآة فرأيت صورة النبي ولم أر لنفسي صورة.
Suatu ketika Sy. Abdullah bin Abbas bermimpi
Rasulullah saw. hingga hal tersebut terus terngiang-ngiang di benaknya. Hingga
ia menceritakan hal tersebut kepada Syh.
Maimunah (salah seorang istri dari Rasulullah saw.).
Berniat tuk sedikit mengobati kerinduannya kepada
Rasulullah saw. Syh. Maimunah pun
mengambil sebuah cermin peninggalan Rasulullah saw. dan memberikan
cermin tersebut kepadanya.
Sy. Abdullah bin Abbas bersaksi dalam tuturnya,
'Ketika aku bercermin, bukan malah wajahku yang muncul, tetapi malah wajah
kekasihku; Rasulullah saw.' (Risalah Tanwir Al-Halk, 2/245).
Menguatkan riwayat tersebut, hadits yang
diriwayatkan oleh Sy. Abu Hurairah; Rasulullah saw. bersabda,
من رآني في المنام
فسيراني في اليقظة ولا يتمثل الشيطان بي
"Barangsiapa yang telah memandangku di dalam
mimpinya, maka ia akan melihatku secara kasat mata, karena Syaitan tak mampu
menyerupai aku." (H.R Bukhari, Muslim dan Abu Dawud; Hadits Shohih).
Al-Imam Jalal Ad-Diin As-Suyuti menjelaskan maksud
dari hadits ini, dalam petikan kalamnya:
“Seorang yang pernah
bermimpi Rasulullah semasa hidupnya (walau sekali) seakan ia telah mendapat
janji dari Rasulullah saw. berupa; pandangan atau melihat Rasulullah saw sebelum dia wafat.
Umumnya hal tersebut akan terjadi ketika detik-detik
dicabut ruhnya. Maka Rasulullah saw. lah
yang menjadi penuntun baginya untuk menutup usia dengan lantunan dua kalimat
syahadat.” (lihat: “Risalah
Tanwir Al-Halk lis- Suyuti” 2:243,
dan Fath Al-Bari).
Jika mereka masih mengelak, dan berkata,
"Bagaimana mungkin hal itu terjadi, bukankah Rasulullah saw. telah dikubur
ratusan tahun yang lalu? Mana mungkin bisa menemui seseorang yang masih hidup?
Al-Imam Ibnul Jauzi mematahkan pernyataan tersebut
dalam tuturnya,
أنه من ظن أن جسد رسول الله -صلى الله عليه وسلم- المودع في
المدينة خرج من القبر، وحضر في المكان الذي رآه فيه؛ فهذا جهل لا جهل يشبهه، فقد
يراه في وقت واحد؟! وإنما الذي يرى مثاله لا شخصه، فيبقى "من رآني.. فقد
رآني"، معناه: قد رأى مثالي، الذي يعرفه الصواب، وتحصل به الفائدة المطلوبة2.
"Barangsiapa yang mengira bahwa (maksud hadits;
bahwa ia akan memandang Rasulullah secara kasat mata) bahwa jasad Rasul yang
dikubur di Madinah, akan keluar tuk menemuinya-Maka inilah suatu pemahaman yang
menunjukkan kebodohan orang tersebut.
Akan tetapi maksud dari hadits ialah; ia akan
memandang suatu gambaran yang menunjukkan bahwa seperti itulah dzat dari
Rasulullah saw. bukan jasad maupun tubuhnya secara hakiki. Maka dengan maksud
ini, hadits dapat diterima dengan akal sehat." (lihat: Shoid Al-Khotir).
Al-Imam Izzuddin bin Abdussalam pun membenarkan hal
tersebut dalam ucapnya, “Tingkatan
untuk mampu melihat Nabi secara langsung bak jalan berliku,.sedikit yang
berhasil mencapainya. Tetapi tidak bisa kita pungkiri atas kejadian yang telah
dilalui oleh para ulama yang telah mencapai tingkatan ini.”
(al-Hawi Lil Fatawy, 2:245).
Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad pun
mengungkapkan hal yang senada, dalam tuturnya, “Tidak
perlu heran, sungguh Rasulullah masih hidup di alam yang berbeda, tetapi
tidaklah bisa menjabarkan serta merasakan kehadiran darinya, melainkan ulama
yang telah mencapai tingkatan tersebut.” (Al-Fushul
Al-Ilmiyah, hal:106).
Hingga tersisa orang mengabaikan suara hatinya,
serta menuruti nafsu untuk ingkar akan hal tersebut.
Wallahu A'lam bis Showab.
Referensi:
1. Tanwir Al-Halk, karya; al-Imam Jalal ad-Diin
as-Suyuti.
2. Fath Al-Bary, karya; Al-Imam Ibn Hajar
Al-A'sqolany.
3. Soyd Al-Khotir, karya; Al-Imam Ibn al-Jawzy.
4. Al-Fushul Al-Ilmiyah, karya; Al-Habib Abdullah
bin A'lawy Al-Haddad.
Posting Komentar