Selasa, 25 Januari 2022

Rahasia di balik Hadir Majelis Ulama’

Oleh | Muhammad Ali Fikri

*Penulis adalah mahasiswa tingkat 4 Fak. Ushuluddin – Universitas Imam Syafi’i, Mukalla, Hadhramaut, Yaman.*


 

 Nafashadhramaut.id | Terkadang seseorang sebatas mengetahui bahwa menghadiri majelis ulama’ akan mendapatkan ilmu saja. Tentu saja ini tak benar. Ada banyak sekali segala faedah dan rahasia menghadiri majelis para ulama’. Yang pasti, orang yang hadir seperti majelis tersebut, dia tak akan rugi ataupun pulang dengan tangan kosong.

 

Orang yang menghadiri majelis ilmu dan majelis para ulama’, sebenarnya dia telah berusaha mengamalkan sebuah hadis yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

 

اغْدُ عالمِاً أو مُتَعَلِّماً أو مُسْتَمِعاً أو مُحِبًّا ولا تَكُنْ الخَامِسَ فَتَهْلِك. رواه البيهقي.

 

“Jadilah orang alim, atau pelajar, atau pendengar, atau pencinta, dan janganlah menjadi yang kelima, maka kau akan hancur.” HR. al-Baihaqi. Bukannya orang yang hadir majelis ulama’, dia telah memilih empat opsi yang disabdakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam? Sedangkan pilihan yang kelima adalah tak menjadi salah satu dari empat opsi yang disebutkan.

 

Rahasia yang lain adalah bahwa menghadiri majelis ilmu seperti mengunjungi taman dari taman surga. Dari sahabat Anas bin Malik, dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda,

 

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا، قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ. رواه الترمذي

 

“Apabila kalian melewati taman-taman surga, maka singgahlah!” Para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud taman-taman surga?” (bukankah mereka masih berada dunia?) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Sekelompok orang-orang yang berdzikir (suatu majelis yang di dalamnya dibacakan dzikir).” HR. Tirmidzi.

 

Apakah maksud dari taman-taman surga ini hanya sebatas makna tersebut? Benar secara harfiah, memang itu maknanya. Namun bila kita telisik kembali, memahami benar-benar makna yang lebih global lagi ialah seperti yang dikatakan seorang tabi’in, Atho’ bin Abi Rabah, 

 

حِلَقُ الذّكْرِ هي مجالِسُ الحلال والحرام، تعرِف كيف تشتري وتبيع، وتصلي وتصوم وتحجّ وتنْكِحُ وتطلِّق وأشباه ذلك.

 

“Yang dimaksud ‘Hilaqudz dzikir’ dalam hadis tersebut adalah majelis-majelis halal dan haram. Kautahu bagaimana melakukan jual-beli, sholat, puasa, haji, nikah, talak dan lain sebagainya.”

 

Majelis-majelis seperti inilah di mana seorang muslim diperintahkan untuk menghadirinya serta mendengarkan hikmah-hikmah yang tersirat di sana. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyebutkan perkataan seorang ahli hikmah pada zaman Bani Israil, Luqman, kepada putranya yang berbunyi:

 

يَا بنيَّ عَلَيْكَ بِمَجَالِسِ الْعُلَمَاءِ، وَاسْتَمِعْ كَلامَ الْحُكَمَاءِ، فَإِنَّ اللَّهَ يُحْيِي الْقَلْبَ الْمَيِّتَ بنورِ الْحِكْمَةِ، كَمَا يُحْيِي الأَرْضَ الْمَيْتَةَ بِوَابِلِ الْمَطَرِ. رواه الطبراني.

 

“Wahai Anakku, hendaklah kau menghadiri majelis-majelis ulama’, dengarlah perkataan orang-orang ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Ia menghidupkan tanah yang mati (tandus) dengan turunnya hujan.” HR. Tabrani.

 

Majelis inilah majelisnya para nabi. Di mana seseorang apabila menghadirinya, seakan-akan dia berada di tengah-tengah para sahabat yang sedang mengaji ilmu syariat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah seorang ulama’ sufi yang meninggal di Basrah, yang dijuluki at-Tustari (nisbah ke nama tempat kelahirannya), Sahal bin Abdillah berkata,

 

مَنْ أراد أن ينْظُرَ إلى مجالِسِ الأنبياء فَلْيَنْظُر إلى مجالِسِ العُلَماء، فَهُمْ خُلَفَاءَ الرُسُلِ في أُمَمِهِمْ ووارِثُوْهُمْ في عِلْمِهم، فمَجَالِسُهُمْ مجالِسُ خِلافَةِ النُبُوَّة.

 

“Barang siapa yang ingin melihat majelisnya para nabi, maka lihatlah majelisnya para ulama’. Mereka adalah khalifah (pengganti) para rasul bagi umat-umat mereka serta pewaris mereka dalam keilmuan mereka. Maka majelis-majelis mereka adalah majelis khilafah kenabian.”

 

Mereka yang menghadiri majelisnya para ulama’ dan sholihin akan diberikan kemudahan untuk memahami apa yang dikaji di dalam majelis tersebut dengan duduk di tengah-tengah para ulama’ dan juga membaca karangan-karangan ulama’. Bukankah majelis-majelis mereka tidak dilakukan di dalamnya kecuali hal-hal yang baik dan berfaedah? Habib Ahamad bin Zein al-Habsyi pernah berkata,

 

الفَهْمُ نُوْرٌ يُشْرِق في القلْب، ولا يُعْطاه إلا مَنْ جالَسَ الصالحين أو طالَعَ كُتُبَهُم.

 

“Pemahaman merupakan sebuah cahaya yang terpancar di dalam hati seseorang. Pemahaman ini tidak diberikan kecuali bagi orang-orang yang duduk bersama orang-orang saleh atau orang yang menelaah kitab-kitab mereka.”

 

Setidaknya, bila seseorang hadir majelis ulama’ dan sholihin dia ‘kan mendapatkan “nadzor” (pandangan) mereka, orang-orang yang dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala. “Nadzor” inilah yang hanya didapatkan dengan menghadiri majelis-majelis ulama’ dan sholihin. Habib Ahmad bin Hasan al-Athos pernah berpesan,

 

النَظَر إلى الصالحين ومحبَّتُهُمْ فائِدُةٌ عَظِيْمَةٌ، فَكَيْفَ نَظَرُهُمْ إلى مَنْ الْتَمَسَ بَركَتَهُمْ، وينبغي للإنسان إذا جلس عند الصالحين أَنْ يُحْسِنَ ظَنَّه ويُفَرِّغَ قَلْبَه عن جميع الأشياء: الزَيْن منها والشَيْن.

 

“Memandang orang-orang saleh dan mencintai mereka menyimpan rahasia yang besar. Maka bagaimana ‘nadzor’ mereka kepada orang yang ingin ‘mengalap’ berkah mereka? Oleh karena, itu seharusnya seseorang apabila duduk di tengah-tengah orang-orang saleh untuk berhusnudzon (berprasangka baik) dan mengosongkan hatinya dari segala sesuatu, di antaranya: keindahan dan keburukan.”

 

Yang terakhir, kewajiban kita terhadap para ulama’ dan orang-orang saleh ialah menghormati dan ‘ta’dzim’. Di mana pun itu, ketika berada di dalam majelis mereka ataupun di luar majelis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Tabrani yang berbunyi,

 

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ. رواه الطبراني.

 

“Bukan termasuk dari umatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari kami, tak juga menyayangi orang yang lebih kecil dari kami, pun tak mengerti haknya seorang alim.” Bahkan, Syekh Hasan ibnu Bunan berkata,

 

لا يُعَظِّمُ أقدَارَ الأولِيَاءِ إلَّا مَنْ كَان عظِيْمَ الْقَدْرِ عِنْدَ الله.

 

“Tidak ada orang yang mengagungkan kadarnya para wari kecuali orang-orang yang memiliki kadar/kedudukan di sisi Allah.”

 

Setelah mengetahui beberapa rahasia dan faedah ini, mungkin ini sedikit demi sedikit akan membangkitkan semangat dalam diri untuk lebih giat lagi hadir majelisnya para ulama’. Bila itu terjadi, yakinlah bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala telah menginginkan kebaikan buat kita. Pertahankan, istiqamahkan, karena sungguh, di era kontemporer seperti ini, orang-orang yang dianggap asing ialah mereka yang beruntung, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

 

Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita dan orang-orang yang kita cintai. Menjadikan majelis-majelis ulama’ dan sholihin sebagai ladang kita untuk mencari ilmu dan keberkahan. Serta dijadikan orang-orang yang menghormati kedudukan ulama; dan para wali, sehingga kita digolongkan dengan mereka, para nabi dan pemimpinnya para nabi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aamiin.

 

Mukalla, 10 Jumadil Akhir 1443 / 13 Januari 2022


 

 

 

Posting Komentar

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search