Sebuah negara, perusahaan atau lembaga apapun itu, bahkan lalu
lintas yang kita pakai sehari-hari, jika tidak ada di dalamnya sebuah aturan
dan sistem yang baik, maka dalam hitungan hari ia tak akan mampu bertahan
apalagi berkembang.
Begitu halnya sebuah kehidupan manusia, jika tak ada aturan yang
mengatur mereka, maka setiap individu akan berbuat sekehendaknya, lalu akan
timbul kerusakan, ketidakadilan, kedhzoliman. Atas dasar inilah, Allah
menurunkan agama yang mengatur segala aspek dan norma kehidupan, agar
terciptanya kemaslahatan bersama dalam kehidupan manusia. Begitulah Syari'at
Islam di bangun atas dasar maslahat dan menjauhkan dari segala bahaya, termasuk
dalam mengatur perekonomian; dimana manusia membutuhkan roda perekonomian yang
berputar untuk menyambung kehidupan, dan saling menguntungkan satu sama lain,
tanpa ada salah satu pihak yang di dhzolimi.
Salah satu sistem perekonomian Islam adalah melarang keras
transaksi riba; yaitu ketika sebuah transaksi jual beli/ tukar menukar yang
didalamnya ada nilai tambah dari salah satu pihak, atapun telat tempo pada satu
jenis barang; baik pada nilai mata uang, emas,
perak, ataupun berupa makanan dan minuman, seperti transaksi utang
piutang; meminjam 1 satu juta misalkan, dan harus dilunasi 1 juta seratus ribu,
meskipun kedua belah pihak saling ridho.
Alasan dampak ekonominya adalah transaksi jual beli itu harus ada
keadilan bagi pihak penjual dan pembeli, si penjual mendapatkan keadilanya
lewat keuntungan dan si pembeli mendapatkan keadilanya juga dengan memiliki
barangnya, keduanya tidak ada yang dirugikan. Berbeda halnya transaksi riba,
pemberi hutang sudah pasti mendapatkan keuntungan berupa nilai tambah,
sedangkan si pengutang tidak di pastikan dia mendapatkan keuntungan, sebab
kemungkinan uang hasil dari utangnya ketika ia gunakan buat usaha misalkan,
kemungkinan rugi atau untung. Maka Syariat Islam melarang transaksi riba karna ada salah satu pihak yang di
rugikan.
Dampak sosial yang terjadi adalah menumbuhkan sikap egois, pelit,
dan akan cenderung tamak terhadap harta, serta bersikap tidak belas kasihan
terhadap fakir miskin dan orang yang membutuhkan pertolongan. Sebab orang yang
menengah kebawah mereka juga membutuhkan bantuan orang menengah ke atas untuk
saling bahu membahu membangun perekonomian. Hal ini bertolak belakang dengan
prinsip ajaran Islam; yang mengajarkan manusia untuk saling tolong menolong,
berbuat adil, berbelas kasihan, saling bekerjasama untuk mencapai kehidupan
lebih baik.
Inilah salah satu makna aturan yang Allah Swt tetapkan berupa
larangan transaksi riba. Sebab Jika riba sudah menyebar dan menjerat umat
Islam, maka orang kaya akan semakin kaya dan orang miskin semakin miskin,
badanpun susah di gerakan untuk beribadah. Meskipun beribadah, ia tidak
mendapatkan manisnya bermunajat kepada Sang Maha Pencipta, seakan orang yang di
rasuki oleh setan, sebagaimana Allah menggambarkan dampaknya:
{الذين يأكلون الربا لا يقومون إلا كما يقوم
الذي يتخبطه الشيطان من المس، ذلك بأنهم قالوا إن البيع مثل الربا أحل الله البيع
وحرم الربا} البقرة: 275
Artinya: "Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang kemasukan setan karna gila. Yang demikian
itu karena mereka berkata: bahwa transaksi jual beli sama saja dengan transaksi
riba, padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan transaksi
riba"
Dan hari ini, dampak besar dari globalisasi barat, kita di kejutkan
oleh fenomena transaksi riba yang menyebar di seluruh penjuru dunia, termasuk
negara-negar timur tengah, baik lewat bank konvensional, obligasi ataupun
lainya. Dimana hampir seluruh manusia transasksi riba, kecuali hanya sebagian
kecil yang masih memegang teguh prinsip ajaran Islam. Meskipun demikian, mereka
yang tidak melakukan transaksi riba juga terkena dampak transaksi riba,
sebagaimana Rasulullah menggambarkan keadaan kita sekarang:
((ليأتين على الناس زمان لا يبقى منهم أحد إلا أكل الربا فمن لم
يأكله أصابه من غباره)) رواه ابن ماجه
Artinya: "Akan datang kepada umat manusia suatu zaman, dimana
tidak ada orang kecuali transaksi riba, adapun yang yang tidak memakan riba,
maka akan di timpa debunya"
Ketika sistem perekonomian sudah rapuh, hubungan sosial sudah di
acuh, iman semakin luluh, maka setiap individu manusia memilih jalan nafsunya,
tak hiraukan lagi norma agama. Jika sudah begini, manusia akan tak peduli dari
mana ia mendapatkan harta dan bangun perekonomiannya, apakah dari halal atau
haram! Tak peduli mana
amal akhirat dan amal dunia, bahkan amal akhirat di jadikan sebagai profesi
untuk mendapatkan harta duniawi. Rasulullah Saw. Menggambarkan keadaan ini
dengan sabdanya:
((ليأتين على الناس زمان لا يبالي المرء بما
أخذ المال أ من الحلال أو من الحرام)) رواه البخاري
Artinya: "Akan datang kepada umat manusia suatu zaman;
seseorang tidak peduli bagaimana ia memperoleh hartanya, apakah dari halal atau
dari haram"
Setiap individu perlu memperhatikan lebih terhadap dirinya,
saudara, kerabat dan keluarganya agar terhindar dari transaksi riba, dan
perihal rezekinya; darimana ia dan kemanakan ia gunakan, agar kita kembali
kehadirat Sang Maha Pencipta dalam keadaan bersih sebagaimana kita dilahirkan. [Wallahu A'lam]
===============
Penulis: @tiyar_firdaus
Editor: @gilang_fazlur_rahman
Layouter: @najibalwijufri
𝙄𝙠𝙪𝙩𝙞 𝙏𝙚𝙧𝙪𝙨 & 𝙎𝙚𝙗𝙖𝙧𝙡𝙪𝙖𝙨𝙠𝙖𝙣.
"Sᴀᴍᴘᴀɪᴋᴀɴ ᴅᴀʀɪᴋᴜ ᴍᴇSᴋɪᴘᴜɴ ʜᴀɴʏᴀ Sᴀᴛᴜ ᴀʏᴀᴛ
." HR. Bukhari
•
📲 𝙄𝙠𝙪𝙩𝙞 𝙢𝙚𝙙𝙞𝙖 𝙨𝙤𝙨𝙞𝙖𝙡 𝙠𝙖𝙢𝙞.
IG : Instagram.com/nafas_hadhramaut
TW : Twitter.com/nafashadhramaut
TG : T.me/nafashadhramaut
FB : fb.com/nafas.hadhramaut
YT : https://youtube.com/@nafashadhramaut
TT : Tiktok.com/nafashadhramaut
Web : www.nafashadhramaut.id
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
WA : http://bit.ly/Nafas-Hadhramaut-Channel
Email : nafashadhramaut.id@gmail.com
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Posting Komentar